Selasa, 06 November 2012

Kisah Nyata: Akhir Hayat Penggemar Musik Dan Pencinta Al-Qur’an


Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku dalam lingkungan yang baik. Aku selalu mendengar do’a ibuku saat pulang dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam shalatnya yang panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama, apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang.
Aku sungguh heran. Bahkan hingga aku berkata kepada diri sendiri: “Alangkah sabarnya mereka…setiap hari begitu…benar-benar mengherankan!”
Aku belum tahu bahwa di situlah kebahagiaan orang mukmin, dan itulah shalat orang-orang pilihan…Mereka bangkit dari tempat tidurnya untuk bermunajat kepada Allah.Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah. Padahal berbagai nasihat selalu kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu.
Setelah tamat dari pendidikan, aku ditugaskan ke kota yang jauh dari kotaku. Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing. Di sana, aku tak mendengar lagi suara bacaan Al-Qur’an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari lingkungan keluarga yang dulu kami nikmati.
Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan tol. Di samping menjaga keamanan jalan, tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan. Pekerjaan baruku sungguh menyenangkan. Aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi.
Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak. Aku bingung dan sering melamun sendirian…banyak waktu luang…pengetahuanku terbatas.
Aku mulai jenuh…tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku sebatang kara. Hampir tiap hari yang kusaksikan hanya kecelakaan dan orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentuk penganiayaan lain. Aku bosan dengan rutinitas. Sampai suatu hari terjadilah suatu peristiwa yang hingga kini tak pernah kulupakan.
Ketika itu, kami dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan. Kami asyik ngobrol…tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras. Kami mengalihkan pandangan. Ternyata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong korban.
Kejadian yang sungguh tragis. Kami lihat dua awak salah satu mobil daIam kondisi sangat kritis. Keduanya segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah. Kami cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan. Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat.
Ucapkanlah “Laailaaha Illallaah…Laailaaha Illallaah…” perintah temanku.
Tetapi sungguh mengherankan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu. Keadaan itu membuatku merinding.Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat…Kembali ia menuntun korban itu membaca syahadat.
Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. Tetapi… keduanya tetap terus saja melantunkan lagu.
Tak ada gunanya…
Suara lagunya semakin melemah…lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak… keduanya telah meninggal dunia. Kami segera membawa mereka ke dalam mobil.
Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatah pun. Selama pejalanan hanya ada kebisuan, hening. Kesunyian pecah ketika temanku memulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su’ul khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata: “Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia”. Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku Islam. Ia juga berbicara bagaimana seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara lahir batin.
Perjalanan ke rumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang kematian. Pembicaraan itu makin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat. Tiba-tiba aku menjadi takut mati. Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu, aku shalat kusyu’ sekali.
Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu.
Aku kembali pada kebiasaanku semula…Aku seperti tak pernah menyaksikan apa yang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa waktu lalu. Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu yang pernah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu.
Kejadian Yang Menakjubkan… Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu, sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku. Seseorang mengendarai mobilnya dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah terowongan menuju kota.
Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri di belakang mobil untuk menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang. Lelaki itu pun langsung tersungkur seketika.
Aku dengan seorang kawan, bukan yang menemaniku pada peristiwa yang pertama, cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit agar langsung mendapat penanganan.
Dia masih muda, dari tampangnya, ia kelihatan seorang yang ta’at menjalankan perintah agama. Ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar dari mulutnya. Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an…dengan suara amat lemah.
“Subhanallah! ” dalam kondisi kritis seperti , ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran? Darah mengguyur seluruh pakaiannya; tulang-tulangnya patah, bahkan ia hampir mati. Dalam kondisi seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan suaranya yang merdu. Selama hidup aku tak pernah mendengar suara bacaan Al Quran seindah itu. Dalam batin aku bergumam sendirian: “Aku akan menuntun membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu… apalagi aku Sudah punya pengalaman,” aku meyakinkan diriku sendiri.
Aku dan kawanku seperti kena hipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qur’an yang merdu itu. Sekonyong-konyong tubuhku merinding menjalar dan menyelusup ke setiap rongga.
Tiba-tiba suara itu berhenti. Aku menoleh ke belakang. Kusaksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, detak jantungnya, nafasnya, tidak ada yang terasa. Dia telah meninggal dunia.
Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku. Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah  wafat. Kawanku tak kuasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus menangis, air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul sangat mengharukan.
Sampai di rumah sakit… Kepada orang-orang di sana kami mengabarkan perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata. Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri jenazah dan mencium keningnya.
Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah akan dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah, semua ingin ikut menyalatinya.
Salah seorang petugas rumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut mengantarkan jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang saudaranya mengisahkan ketika kecelakaan, sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekerjaan itu rutin ia lakukan setiap hari Senin. Di sana, almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin. Ketika tejadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ia santuni. Bahkan ia juga membawa permen untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak kecil.
Bila ada yang mengeluhkan padanya tentang kejenuhan dalam pejalanan, ia menjawab dengan halus. “Justru saya memanfaatkan waktu perjalananku dengan menghafal dan mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an, juga dengan mendengarkan kaset-kaset pengajian, aku mengharap ridha Allah pada setiap langkah kaki yang aku ayunkan,” kata almarhum.
Aku ikut menyalati jenazah dan mengantarnya sampai ke kuburan. Dalam liang lahat yang sempit, almarhum dikebumikan. Wajahnya dihadapkan ke kiblat. “Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah”.
Pelan-pelan, kami menimbuninya dengan tanah…Mintalah kepada Allah keteguhan hati saudaramu, sesungguhnya dia akan ditanya… Almarhum menghadapi hari pertamanya dari hari-hari akhirat…
Dan aku… sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di dunia. Aku benar-benar bertaubat dari kebiasaan burukku. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosaku di masa lalu dan meneguhkanku untuk tetap mentaatinya, memberiku kesudahan hidup yang baik (khusnul khatimah) serta menjadikan kuburanku dan kuburan kaum muslimin sebagai taman-taman Surga.
Amin…(Azzamul Qaadim, hal 36-42)
Sumber : [“Saudariku Apa yang Menghalangimu Untuk Berhijab”; judul asli Kesudahan yang Berlawanan; Asy Syaikh Abdul Hamid Al-Bilaly; Penerbit : Akafa Press Hal. 48].
Disalin dari Koran Lokal Sumbawa Barat Online KOBAR KSB,  http://kobarksb.com
Sumber

Ketika Ustadz Akan di Tilang ( Kisah Nyata Ustadz Dr.Muhammad Arifin Bin Baderi)

ditilang polisi, main damai
Kasus pencemaran nama baik/ fitnah yang menimpa Ustad Dr.Muhammad Arifin bin Baderi kemarin oleh TV One mengandung banyak hal, terutama buat AHSI.

Seperti kebiasaan ana terhadap seorang yang berilmu dalam suatu kesempatan mengorek banyak hal tentang ilmu, pengalaman pribadinya, di samping yang ada hubungannya dengan kasus hukum di mana ana salah satu penasihat hukumnya. baik ketika di Insan TV, di Mobil menuju TV One dan juga di TV One sendiri.

Untuk seri pertama ini adalah ketika Ustadz MA terkena tilang oleh Polisi. Kejadiannya ketika mudik Lebaran dari Jember (Jatim-AH) ke Semarang (JATENG-satu kampung ama bojoku-Ummu Hada Belajar sabar).

Kasus pencemaran nama baik/ fitnah yang menimpa Ustad Dr.Muhammad Arifin bin Baderi kemarin oleh TV One mengandung banyak hal, terutama buat AHSI.

Singkat cerita beliau karena udah pingin segera sampai, menyalib mobil di depannya, beliau pikir sepi, jadi gak masalah. Akan tetapi.... tiba-tiba mobil ustadz di stop Polisi karena melanggar marka jalan yang terlarang menyalib kendaraan di depannya. Polisi seperti biasanya, menawarkan damai atau mau di tilang. Ustad Arifin Baderi menjawab " Mau Damai" ( damai nya beliau ya minat maaf, bukan mau menyuap-SI), si Oknum Polisi tadi bingung damai koq duite ndak keluar yo. Karena bingung iA LALU MENGAJAK USTADZ KE TENDA kOMANDANNYA.

Sampai di sana ustadz langsung melihat t dan " menangkap tangan" sang komandan terima suap dari pelanggar lalu lintas lainnya. Sang komandan tergagap juga. Akan tetapi cuek bebek dan langsung menawarkan mau damai atau mau di tilang. Sekali lagi Ustadz menjawab mau damai. Sang komandan berharap Ustadz segera mengeluarkan duit untuk damai. Akn tetapi malahan sang komandan dapat nasihat. Antra orang yang memafkan kesalahan dapat ganjarandari Allah ta'ala berupa di hapuskannya kesalahannya 10 kali. nah sekarang saya cuma buat 1 kesalahan" , kata Ustadz. Apa ndak mau memaafkan?!

“…Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran: 134)
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (Asy-Syuura: 43)
Kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an : “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali ‘Imraan [3]:134)
” …..dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” (QS. An Nuur [24] ; 22)
” …….karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS Ali ‘Imran [3] ; 159)

Setelah lama bolak-balik STNKnya Ustadz, si Oknum Polisi, akhirnya mau berdamai juga, alias tak ada "Uang Damai" dari kasus ini.

Karena pelanggaran Marka jalan tergolong TIPIRING (Tindak Pidana Ringan) maka secaea konvensi/ kebiasaan (Sebagai salah satu sumber Hukum-AH)jalan Damai ( Di Maafkan) adalah sah secara hukum negara

Cikarang Barat, 13 Dzulqo'dah 1433 H/ 29 September 2012

AHSI (811195824)

Sumber: Kantor Hukum Sukpandiar,S.H. dan Rekan

Senin, 05 November 2012

Legenda Nisan Berlumuran Darah

foxtermons febri blog image

"LEGENDA NISAN BERLUMUR DARAH"
#CERITA INI ADALAH CERITA NYATA DARI RAKYAT MARTAPURA (MTP) KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN..

Bismillahi Nurul Rahman wal Rahim jabarul alamin ..

Mashor adalah pemuda yang bertempat tinggal di desa yang sekarang sekitar Pekauman dan Teluk Selong.Mashor berasal dari keluarga yang miskin,tetapi mempunyai pendidikan yang tinggi dan budi akhlaknya tinggi.

Dia mempunyai keahlian membaca Al-Qur'an yang sangat indah didengar. Mashor sebagai orang yang tidak mampu ikut bekerja di rumah Fatimah sebagai pembantu. Fatimah merupakan gadis dari keluarga sangat kaya.Mereka tinggal di seberang desa Mashor, mungkin sekarang daerah Kampung
Melayu.Orang tuanya merupakan pedagang yang mempunyai hubungan dagang keluar daerah.Terutama daerah Singapura.

Mashor sebagai pembantu mempunyai banyak pekerjaan yang harus dilakukannya seperti menimba air,memotong kayu,dan lain-lain.Hari demi hari,bulan demi bulan itu saja yang dilakukannya untuk membiayai hidup dan orang tuanya. Selama beberapa tahun Mashor bekerja dirumah kaya itu membuat Fatimah secara tidak sadar jatuh cinta kepadanya begitu jug sebaliknya.
Tetapi karena adat yang menjaga ketat pertemuan antara perawan dengan bujangan membuat hubungan mereka tidak diketahui oleh keluarga.

Mashor sadar percintaan mereka pasti akan ditentang oleh keluarga Fatimah yang memegang adat keluarga. Mereka hanya akan menikahkan anak gadisnya hanya dengan orang yang sederajat dan mempunyai hubungan keluarga bangsawan dan pasti tentu harus pilihan keluarga. Tetapi Cinta di hati tidak bisa menolaknya.

Tidak lama kemudian hubungan mereka mulai diketahui orang tua Fatimah.

Betapa marahnya orang tua Fatimah mengetahui hal itu. Mereka memutuskan untuk menjauhkan Mashor dari Fatimah dengan menugaskan Mashor menjaga kebun karet dan ladang keluarga Fatimah di seberang sungai. Kebun karet ini berada jauh dari rumah Fatimah,menujunya hanya bisa dengan perahu "jukung" karena melewati sungai yang kecil.
Mashor diberikan pondok kecil untuk berteduh dan melakukan kegiatan sehari-hari. Setiap hari dia bekerja merawat kebun karet tersebut. Setiap hasil karet hanya orang suruhan keluarga Fatimah saja yang mengambilnya.Dia tidak diberikan kesempatan untuk ke rumah sang Majikan.

Fatimah mengetahui kabar Mashor hanya dengan meminta keterangan acil ijah,pembantu yang sering mengatarkan beras buat Mashor.

----------

Suatu hari ada orang kaya bernama Muhdar yang masih ada hubungan keluarga dengan Fatimah badatang (melamar) ke rumah Fatimah denga menggunakan satu buah kapal yang sangat besar sesuai dengan derajat kekayaan orang tersebut.Niat Muhdar disambut baik oleh keluarga Fatimah,mereka sepakat untuk mengadakan perkawinan besar-besaran.

Hal ini tidak menjadi beban bagi Muhdar karena kakayaannya. Fatimah sangat menentang niat orang tuanya yang menjodohkannya dengan Muhdar. Dia kenal betul perangai Muhdar. Walaupun kaya tetap dia tidak mempunyai budi pekerti dan ilmu agama sebaik Mashor.

Tetapi dia harus menjalankan dua pilihan yang sangat berat.
Di satu sisi dia mempunyai pilihan dan cinta yang diyakininya membawa kebahagian di dunia dan di akhirat yaitu hidup bersama Mashor. Di satu sisi dia harus mengikuti perintah orang tuanya,dia sadar menyakiti hati orang tua adalah perbuatan yang durhaka.
Akhirnya Fatimah pasrah terhadap perjodohan ini. Perjodohan yang dilandasi oleh harta, hubungan keluarga bukan oleh Cinta.

Mashor yang berada jauh tidak mengetahui perjodohan ini. Semuanya yang datang ke gubuk Mashor bekerja selalu menutupinya. Mereka tidak ingin dipecat majikan jika menceritakan hal tersebut.

Akhirnya acara pernikahan dimulai,Muhdar datang dengan beberapa kapal besar yang membawa mas kawin atau jujuran.Ada kapal yang membawa isi kamar lengkap, ada kapal yang membawa perhiasan emas dan batu permata, ada kapal yang membawa pakaian wanita yang sangat indah-indah.
Bagi mereka semua itu hal biasa,karena bisnis dagang keluarga ini ke Singapura berupa batu permata dan kain. Mereka mempunyai banyak pelanggan di Singapura.

Pada jaman tersebut sungai Martapura digunakan sebagai jalur perdagangan. Kapal-kapal besar pedagang Martapura sering berangkat membawa barang dagangan ke Pulau Jawa dan Sumatera hingga Singapura dan Malaysia. Sesuai dengan jalur perdagangan dunia antara Malaysia dan pulau Sumatera.

Pada malam harinya ketika semua kelelahan. Muhdar dan Fatimah tidur di kamar penganten. Belum sempat malam pertama itu terjadi ternyata rumah Fatimah terbakar akibat api dapur lupa dimatikan.

Muhdar lari keluar dengan segera tanpa memperdulikan Fatimah. Api semakin membesar Fatimah terjebak di dalamnya. Mashor yang belum tidur melihat dari kejauhan warna merah di langit yang menadakan kebakaran karena rumahnya yang begitu besar dan api yang semakin membara bisa terlihat asap dan api yang mengepul dari kebun karet tempat Mashor tinggal.

Dia yakin kebakaran itu berada di rumah Fatimah. Tanpa peduli aturan majikannya yang tidak memperbolehkannya mendekati rumah dia langsung berlari mengambil jukung. Setelah sampai di rumah Fatimah dia diberitahu bahwa Fatimah terjebak di dalamnya. Dengan kekuatan Cintanya dia terobos api dan menemukan Fatimah pingsan karena terlalu banyak menghirup asap.Dia angkat Fatimah melewati api yang besar. Dengan badannya dia melindungi Fatimah dar api dan kayu rumah yang berjatuhan. Setelah dia bawa keluar, Mashor disambut Muhdar dengan merebut Fatimah dari pangkuan Mashor. Dengan demikian Mashor akhirnya mengetahui perkawinan tersebut.

Belum sempat dia mendapatkan penjelasan,Mashor pingsan karena terlalu banyak luka bakar yang dialaminya. Keluarga Fatimah memerintahkan agar Mashor dirawat kembali di gubuknya tempatnya bekerja. Dan menginginkan agar peristiwa heroik ini jangan sampai diketahui Fatimah.

Subuh harinya mashor tidak bisa bertahan.Dia meninggal karena luka yang terlalu parah. Setelah sholat dzuhur dia dimakamkan di daerah perkebunan karet tersebut. Atau tepatnya sekarang berada di desa Tungkaran.

Makam Mashor sederhana dengan nisan ulin.Untuk mencegah babi hutan kuburannya juga dipagar bambu. Semuanya berada di pemakaman,baik teman-teman Mashor maupun keluarga Fatiamah. Tetapi Fatimah tidak mengetahui kematian ini.Dia masih lemah di kamar rumah Muhdar. Dia masih bertanya di dalam hati bagaimana dia bisa selamat,suaminya sendiri meninggalkannya saat kebakaran itu terjadi.

Sewaktu malam hari pertanyaan itu dikeluarkannya pada Acil Ijah yang sejak kecil merawatnya.Acill Ijah tahu betul perasaan Fatimah kepada Mashor. Karena tidak dapat mendustai tuannya yang sejak kecil dia pelihara tersebut akhirnya dia ceritakan peristiwa kebakaran itu.

Fatimah yang sangat rindu Mashor akhirnya menanyakan keberadaan Mashor. Dengan sangat hati-hati Acil Ijah menceritakan kematian Mashor dan memberitahukan letak kuburannya.Dia berjanji akan menemani Fatimah besok untuk ziarah ke kuburan Mashor.
Fatimah Sangat terpukul hatinya mengetahui pemuda yang melindungi dan dicintainya telah tiada.Menangislah Fatimah sejadinya.

Setelah semua orang terlelap tidur, jam 3subuh tanpa sepengetahuan yang lain Fatimah keluar rumah.Dia tidak dapat menyimpan perasaan rindu dan dukanya. Tanpa menunggu siang dia bertekad harus menemukan ke kuburan Mashor.Dia tidak yakin kekasihnya sudah meninggal jika tidak menemukan kuburannya langsung.

Dia seberangi sungai Martapura dan berjalan menyisir jalan setapak.Dia masih ingat letak kebun karet keluarganya ketika ayahnya pernah mengajak sewaktu kecil. Malam itu hari hujan dengan deras tetapi tidak menyurutkan hati Fatimah, di dalam hatinya hanya ada satu nama Mashor. Di pikirannya hanya ada satu wajah Mashor,pemuda yang sangat mengerti dirinya.

Setelah tiba di kebun karet keluarganya,Fatimah tanpa sadar dan mungkin karena ilusi yang muncul karena obsesinya bertemu Mashor,dia seakan melihat Mashor berdiri tersenyum kepadanya di tengah rintikan hujan. Tanpa berpikir panjang Fatimah berlari ingin memeluk tubuh kekasihnya melepaskan segala kerinduannya.

Fatimah menabrak tubuh lelaki itu hingga terjatuh tanpa disadari pagar yang terbuat dari bambu yang melindungi kuburan Mashor menusuk tubuh Fatimah tepat di dadanya dan nisan itulah ilusi pikiran Fatimah tentang tubuh Kekasih hatinya 'Mashor'.

Darah mengucur dan menetes di atas kubur Mashor dan melumuri nisannya.Fatimah meninggal dengan senyum dia yakin menemukan cintanya.

Wallahua'lam bish Shawwab ...

---

sungguh indah dan mengharukan kisah cinta ini :'(

BURUNG HANTU JADI-JADIAN





                                                                      
                                     Dikisahkan oleh :
Muhammad Laqimuddin
(Peraktisi Quranic Healing)
Kabar tentang burung hantu jadi-jadian yg muncul disetiap malam, semakin ramai diperbincangkan, disetiap rumah, diwarung, dipos ronda, disawah, diempang, bahkan sudah menyebrang kebeberapa desa tetangga.. konon menurut cerita para saksi burung ini sering muncul dan bertengger diatap rumah orang hamil, atau dibatang pohon yg menghadap rumah orang hamil, selain itu burung ini juga sering muncul dan berjalan-jalan diteras rumah penduduk, dan yg lebih anehnya lagi burung ini pernah muncul dan menghampiri kerumunan warga yg sedang ngobrol-ngobrol diteras rumah, tapi begitu hendak ditangkap burung itu langsung terbang dengan meninggalkan kesan misteri pada warga..

Suasana setiap malam semakin mencekam beraneka asumsi warga semakin tidak karuan berseliweran, yg jelas intinya ini adalah burung jadi-jadian mungkin ada salah seorang warga dikampung kami ada yg sedang menjalankan pesugihan.

Keamanan desa semakin ditingkatkan puluhan pemuda dikerahkan untuk berjaga-jaga atau berkeliling desa dengan senjata seadanya, batu, kayu, besi, golok, sampai ada yg menenteng bedil angin.. pemuda dibagi dua kelompok, kelompok prtama yg diketuai seorang ustad berjaga diluar kampung, sementara saya bergabung dalam kelompok kedua yg berjaga didalam kampung, dan senjata yg saya bawa adalah kamera poket merek canon 12 M.

malam semakin mencekam dibalik kegelapan bayang-bayang pepohonan puluhan pasang mata mulai berkeliaran menembus kegelapan diantara ranting pepohonan dan atap-atap rumah warga berharap sang buruan ada diantara tempat-tempat itu, kami semua duduk mengintai tampa ada yg bersuara.. Benar saja tiba-tiba dari arah pemakaman berkelebat persis di atas kepala saya sosok putih besar sebesar bebek menerobos kegelapan menuju arah pemukiman warga, Blek,, blek,, blek,, suaranya berat sekali tapi bikin bulu kuduk merinding.. posisi saya saat itu duduk dibawah tiang listrik bersembunyi dibawah bayangannya.. persis diatas kepala saya diatas kabel utama tiang listrik burung itu hinggap dan bertengger, suara bisik bisik dari teman-teman yg lain mulai terdengar ditelinga saya yg kebetulan posisi persembunyian mereka agak jauh dari saya.. kamera sengaja saya seting menggunakan efek malam, perlahan-lahan saya berdiri membidik burung itu, klik,, pijaran lampu dari kamera saya menerangi sekitar burung itu, tampak jelas matanya yg tajam menatap saya dan wajahnya yg kelihatan semakin putih akibat cahaya terkesan horor banget, bidikan yg kedua saya lakukan tapi sayang burung itu keburu terbang meninggalkan saya.. suara gaduh mulai bersahutan dari teman-teman yg lain mereka menghampiri dan memprotes saya, kenapa harus dipoto?.. jadi kabur kan burungnya?.. coba kalau ditembak mungkin burung itu sudah mati.. saya cuma tersenyum menanggapi sikap mereka, "saya inikan wartawan, jadi dilarang membunuh, meskipun musuh sudah ada didepan mata, tugas saya cuma meliput,,.

Dengan rasa kecewa teman-teman meninggalkan saya berlari mengejar kearah burung itu terbang.. suara gaduh teriakan mengundang kelompok pertama yg berada diluar kampung, suasana makin rame tapi mencekam.. sudah 1 jam berkeliling ternyata belum ketemu juga jejak sang buruan.. ahirnya kembali semua pasukan dalam posisi semula diam bersembunyi dibalik kegelapan.. hening....

Blek,, blek,, blek,, setelah 30 menit menunggu kembali suara itu terdengar dari arah selatan.. dan kembali nangkring ditempat tadi saya mengambil gambar, saya kembali mencoba membidik tapi tiba-tiba saya ditarik teman saya, ''tolong jangan bikin buruan kita kabur lagi, sekarang mendingan kita tembak,, saya menuruti kata-kata mereka tapi kamera tetap standby, buat jaga-jaga..

Kali ini yg pegang bedil bukan orang yg malam-malam sebelumnya, karena sudah berkali-kali burung itu ditembak tapi meleset terus, jadi ponakan saya yg satu ini baru ikut gabung berburu cuma malam ini saja.. sang jago tembak mulai membidik, "tar!!!,, burung itu diam saja tapi ketika hendak ditembak ulang burung itu tiba-tiba tergantung dengan kaki diatas mencengkram kabel.. suara sorak bergemuruh laksana perang sudah berahir dengan membawa kemenangan,, saya langsung membidik burung yg tergantung dikabel tiang listrik itu, hingga melayang dan ahirnya menukik kebawah dan terkapar ditanah, kasihan sekali nasibmu burung..

mendengar teriakan kemerdekaan yg terus bersahutan ahirnya mengundang penasaran warga yg ada didalam rumah, ahirnya tak sedikit warga yg keluar dan ingin melihat rupa sang burung hantu misteri yg bikin heboh itu.. semua pasukan saya suruh baris dengan masing-masing menunjukan senjatanya, sementara burung yg sudah mati itu dipegang dan direntangkan didepan pasukan lalu saya poto, "klik, sungguh gambarnya bagus banget, karena kejadiannya sudah 4 tahun jadi ketika saya cari-cari filenya untuk bukti tulisan ini, ga ketemu-temu juga..

Esoknya berita tentang kemenangan mulai tersebar bahkan dgn cepat hingga kedesa sebelah.. poto-poto langsung saya cetak dan saya tempel diluar supaya bisa dilihat setiap orang.. bersamaan dengan itu saya beritakan kepada warga analisa saya tentang burung hantu jadi-jadian itu..

Burung itu burung hantu biasa, kebetulan pada minggu-minggu terahir ini burung itu sedang melepaskan anak-anaknya yg baru belajar terbang dan mencari makan sendiri, maka jangan heran kalau burung-burung itu muncul enggak mengenal tempat dan waktu karena mereka belum tahu dimana lokasi-lokasi yg mengandung banyak makanan bagi mereka, oleh sebab itulah seolah mereka ada dimana-mana karena jumlah mereka bukan cuma satu, sedangkan yg paling besar itu adalah induknya yg mungkin sedang mengawasi anak-anaknya.. jadi itu bukanlah burung jadi-jadian..

Alhamdulillah setelah misteri terbuka, pada malam-malam berikutnya meskipun ada lagi burung hantu yg lewat tapi sudah dicuekin, kasihan deh lo burung, emang enak dicuekin..

Sabtu, 03 November 2012

Perampok jadi Mualaf, Setelah Merampok Toko Seorang Muslim Amerika

Mohammad Suhail, memperlihatkan Surat yang dikirim sang perampok.

Ini kisah nyata dan terjadi di Amerika. Seorang pemilik toko yang sedang menjaga tokonya masuk dalam tajuk utama pemberitaan di berbagai media masa dan elektronik setelah pertemuan tidak terduga dengan seorang perampok yang bersenjatakan pemukul baseball masuk ke tokonya. Uniknya, dalam kejadian tersebut sang perampok kemudian akhirnya masuk Islam ditangan si pemilik toko tersebut.

Muhammad Sohail, 47, kala itu tengah bersiap untuk menutup tokonya tepat pada tengah malam ketika tiba-tiba – "terlihat dalam kamera CCTV/pengawas" – ada seorang pria yang datang menghampirinya dengan membawa tongkat pemukul baseball dan meminta Sohail untuk menyerahkan sejumlah uang.

Tidak mau tunduk kepada penjahat tersebut, Sohail langsung meraih senapan shotgun yang diletakkan dibawah laci kasir tokonya. Merasa kalah dalam hal senjata, pria bertopeng tersebut langsung kehilangan nyali, seketika itu dia menjatuhkan tongkat pemukulnya ke tanah dan berlutut memohon ampun sambil menangis.

Perampok tersebut mengatakan bahwa dia terpaksa merampok untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang tengah kelaparan.

"Tolong jangan panggil polisi, jangan tembak saya. Saya tidak punya uang, saya tidak punya makanan di rumah saya," tutur Sohail menirukan kata-kata perampok tersebut. "Dia menangis tersedu-sedu seperti seorang bayi kecil," tambah Sohail.

Tidak seperti kebanyakan warga kulit putih AS lainnya yang langsung memanggil polisi jika berada dalam situasi yang seperti itu, sang pemilik toko justru membuka dompetnya lalu mengulurkan uang tunai sebanyak $40 berikut sebungkus roti, namun dengan satu syarat, pria tersebut harus berhenti sama sekali tidak pernah lagi akan merampok.

Seraya memberikan uang Suhail berkata, "Pulanglah.,kembalilah kepada keluargamu!. Terlihat saat menerima uang $40 tersebut, sang perampok tampak sangat terkesima." Perampok itu tertegun atas uang yang ia terima kemudian secara tidak terduga ia mengatakan kepada Suhail bahwa dia ingin menjadi seorang Muslim seperti Suhail.

Suhail dengan disertai rasa takjub kembali berkata, "Apakah kamu serius dengan ucapanmu itu?"

Sang perampok dengan yakin menjawab, "Ya. Saya ingin menjadi muslim sepertimu..!"

Sohail menuturkan bahwa dirinya kemudian meminta perampok tersebut untuk ikut mengucapkan dua kalimat syahadat seperti yang dia ucapkan sembari mengangkat sebelah tangannya, kemudian keadaan tersebut diakhiri dengan berjabatan tangannya sang perampok dan pemilik toko yang akan dirampoknya.

Kemudian Suhail berkata. "Tunggulah di sini sebentar, saya akan ke belakang mencarikan sesuatu untuk anda mungkin terdapat susu di belakang yang juga bisa anda bawa pulang." Namun ketika Sohail kembali, sang perampok sudah meninggalkan toko.

Setelah beberapa bulan kemudian, sang Rampok mengirim surat kepada Suhail dan di dalam surat berisi uang 40 Dollar dengan maksud mengembalikan uang yang telah diberikan Suhail sewaktu dirampoknya.

Isi judul surat itu menyebut "Your Change My Life", Maksudnya bahwa Suhail telah mengubah hidup sang Perampok. Walau pada kenyataannya, Suhail tak pernah tahu dan mengenal siapa pria yang telah merampoknya itu.

Di akhir Surat, Sang mantan rampok itu mengakhiri coretan suratnya dengan "by Your Muslim Brothers" (dari Saudara Semuslim Anda), sang mantan perampok benar telah menjadi Muslim. Subhanallah...

Sakitnya Diselingkuhi Pacar dan Suami

 

Vemale.com - Selingkuh.. hal menyakitkan bagi korbannya. Seringkali perselingkuhan menyisakan luka teramat dalam, terutama bagi wanita. Tidak ada wanita yang ingin diselingkuhi, tetapi fakta menunjukkan bahwa beberapa sahabat Vemale pernah menjadi korban perselingkuhan. Inilah cerita mereka.
Aku pernah diselingkuhi, sakit banget rasanya. Waktu itu pacarku makan di salah satu restoran fast food dengan seorang perempuan. Pingin banget aku siram dia pakai air, tapi aku tetap tenang dan menghampiri mereka. Aku sapa saja, "Makan ya?", setelah itu aku pergi karaoke dengan temanku. Pacarku menyusul ke tempat karaoke, aku sindir saja pakai lagu. - Aya
***
Aku pernah diselingkuhi. Waktu itu pacarku mengajak ke Puncak, tetapi ada tugas kantor yang tidak bisa aku tinggalkan, sehingga aku tidak bisa ikut. Dua hari kemudian, aku menemukan video dan foto dia sedang berenang dengan perempuan lain, bahkan ada foto di dalam kamar. Setelah aku desak, dia mengaku pergi ke puncak dengan mantannya. Mereka bahkan berhubungan intim di sana. Keterlaluan memang, tetapi aku bersyukur karena setelah kejadian itu, aku tahu dia bukan pria baik. - Wanti
***
Aku diselingkuhi saat akan bertunangan. Saat itu, dia lupa hari pertunangan kami. Ketika acara akan dimulai, ternyata dia lagi ketemuan dengan cewek barunya. Untung saja temannya 'mulut ember; jadi aku bisa tahu cowokku ada di mana. Sakit banget rasanya waktu itu, tetapi Tuhan sepertinya menggariskan dia jadi jodohku. Kami sudah menikah hingga sekarang. - Ariezta
***
Aku punya sahabat karib yang terang-terangan mengatakan akan menggoda pacarku. Aku izinkan saja, karena aku percaya dengan kekasihku, sebut saja namanya Yudhi. Waktu berlalu, sudah 2 minggu aku tidak pernah bertemu Yudhi, lalu aku datangi saja rumahnya secara mendadak. Di sana aku melihat Yudhi sangat gugup dan terdiam. Akhirnya dia mengaku bahwa bulan depan akan menikah, dengan sahabatku. Dia tidak bisa melanjutkan hubungan denganku, karena sahabatku sudah hamil.
Langit serasa runtuh, dunia seperti berhenti berputar. Mataku panas menahan sesak di dalam dada. Yang lebih menyakitkan, mereka mengundangku ke pernikahan mereka. Di sana, aku melihat mereka memamerkan kemesraan. Aku ikhlas melepas kekasihku. Tiga tahun kemudian, aku menikah dengan pria lain, yang lebih baik, dan kami membangun keluarga bahagia hingga sekarang. - Dwi
***
Aku pernah mengalaminya, tidak cuma sekali. Perselingkuhan itu terjadi saat karir suami naik, hal itu membuatku sangat menderita. Terakhir, suamiku melakukan perselingkuhan terang-terangan dan mau menikah dengan wanita itu, dia ingin menceraikanku. Tetapi alhamdulillah.. Allah tidak mengizinkan hal itu terjadi. Setelah uang suamiku habis, wanita itu mencampakkannya. Sekarang hidup kami pas-pasan, tetapi aku bersyukur anak-anak kembali mendapatkan kasih sayang yang pernah hilang dari suamiku. - Dinara
Semoga kisah-kisah di atas bisa menjadi gambaran bahwa perselingkuhan akan meninggalkan luka. Semoga kita terhindar dari selingkuh dan perselingkuhan.

Jumat, 02 November 2012

Akibat Mengambil Uang Rp. 150,-

 
Sahabat Hikmah…
Ada satu kisah yang sangat BERHARGA, diceritakan seorang trainer Kubik Leadership yang bernama Jamil Azzaini di kantor Bea dan Cukai Tipe A Bekasi sekitar akhir tahun 2005. Dalam berceramah agama, beliau menceritakan satu kisah dengan sangat APIK dan membuat air mata pendengar berurai. Berikut ini adalah kisahnya:
Pada akhir tahun 2003, istri saya selama 11 malam tidak bisa tidur. Saya sudah berusaha membantu agar istri saya bisa tidur, dengan membelai, diusap-usap, masih susah tidur juga. Sungguh cobaan yang sangat berat. Akhirnya saya membawa istri saya ke RS Citra Insani yang kebetulan dekat dengan rumah saya. Sudah 3 hari diperiksa tapi dokter tidak menemukan penyakit istri saya. Kemudian saya pindahkan istri saya ke RS Azra, Bogor. Selama berada di RS Azra, istri saya badannya panas dan selalu kehausan sehingga setiap malam minum 3 galon air Aqua. Setelah dirawat 3 bulan di RS Azra, penyakit istri saya belum juga diketahui penyakitnya.
Akhirnya saya putuskan untuk pindah ke RS Harapan Mereka di Jakarta dan langsung di rawat di ruang ICU. Satu malam berada di ruang ICU pada waktu itu senilai Rp 2,5 juta. Badan istri saya –maaf- tidak memakai sehelai pakaian pun. Dengan ditutupi kain, badan istri saya penuh dengan kabel yang disambungkan ke monitor untuk mengetahui keadaan istri saya. Selama 3 minggu penyakit istri saya belum bisa teridentifikasi, tidak diketahui penyakit apa sebenarnya.
Kemudian pada minggu ke-tiga, seorang dokter yang menangani istri saya menemui saya dan bertanya, “Pak Jamil, kami minta izin kepada pak Jamil untuk mengganti obat istri bapak.”
“Dok, kenapa hari ini dokter minta izin kepada saya, padahal setiap hari saya memang gonta-ganti mencari obat untuk istri saya, lalu kenapa hari ini dokter minta izin ?”
“Ini beda pak Jamil. Obatnya lebih mahal dan obat ini nantinya disuntikkan ke istri bapak.”
“Berapa harganya dok?”
“Obat untuk satu kali suntik 12 juta pak.”
“Satu hari berapa kali suntik dok?”
“Sehari 3 kali suntik.”
“Berarti sehari 36 juta dok?”
“Iya pak Jamil.”
“Dok, 36 juta bagi saya itu besar sedangkan tabungan saya sekarang hampir habis untuk menyembuhkan istri saya. Tolong dok, periksa istri saya sekali lagi. Tolong temukan penyakit istri saya dok.”
“Pak Jamil, kami juga sudah berusaha namun kami belum menemukan penyakit istri bapak. Kami sudah mendatangkan perlengkapan dari RS Cipto dan banyak laboratorium namun penyakit istri bapak tidak ketahuan.”
“Tolong dok…., coba dokter periksa sekali lagi. Dokter yang memeriksa dan saya akan berdoa kepada Rabb saya. Tolong dok dicari”
“Pak Jamil, janji ya kalau setelah pemeriksaan ini kami tidak juga menemukan penyakit istri bapak, maka dengan terpaksa kami akan mengganti obatnya.” Kemudian dokter memeriksa lagi.
“Iya dok.”
Setelah itu saya pergi ke mushola untuk shalat dhuha dua raka’at. Selesai shalat dhuha, saya berdoa dengan menengadahkan tangan memohon kepada Allah, -setelah memuji Allah dan bershalawat kepada Rasululloh,
“Ya Allah, ya Tuhanku….., gerangan maksiat apa yang aku lakukan. Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga engkau menguji aku dengan penyakit istriku yang tak kunjung sembuh. Ya Allah, aku sudah lelah. Tunjukkanlah kepadaku ya Allah, gerangan energi negatif apakah yang aku lakukan sehingga istriku sakit tak kunjung sembuh ? sembuhkanlah istriku ya Allah. Bagimu amat mudah menyembuhkan penyakit istriku semudah Engkau mengatur Milyaran planet di muka bumi ini ya Allah.”
Kemudian secara tiba-tiba ketika saya berdoa, “Ya Allah, gerangan maksiat apa yang pernah aku lakukan? Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga aku diuji dengan penyakit istriku tak kunjung sembuh?” saya teringat kejadian berpuluh-puluh tahun yang lalu, yaitu ketika saya mengambil uang ibu sebanyak Rp150,-.
Dulu, ketika kelas 6 SD, SPP saya menunggak 3 bulan. Pada waktu itu SPP bulanannya adalah Rp 25,-. Setiap pagi wali kelas memanggil dan menanyakan saya, “JaMil, kapan membayar SPP ? JaMil, kapan membayar SPP ? JaMil, kapan membayar SPP ?” Malu saya. Dan ketika waktu istrirahat saya pulang dari sekolah, saya menemukan ada uang Rp150,- di bawah bantal ibu saya. Saya mengambilnya. Rp75,- untuk membayar SPP dan Rp75,- saya gunakan untuk jajan.
Saya kemudian bertanya, kenapa ketika berdoa, “Ya Allah, gerangan maksiat apa? Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga penyakit istriku tak kunjung sembuh?” saya diingatkan dengan kejadian kelas 6 SD dulu ketika saya mengambil uang ibu. Padahal saya hampir tidak lagi mengingatnya ??. Maka saya berkesimpulan mungkin ini petunjuk dari Allah. Mungkin inilah yang menyebabkan istri saya sakit tak kunjung sembuh dan tabungan saya hampir habis. Setelah itu saya menelpon ibu saya,
“Assalamu’alaikum Ma…”
“Wa’alaikumus salam Mil….” Jawab ibu saya.
“Bagaimana kabarnya Ma ?”
“Ibu baik-baik saja Mil.”
“Trus, bagaimana kabarnya anak-anak Ma ?”
“Mil, mama jauh-jauh dari Lampung ke Bogor untuk menjaga anak-anakmu. Sudah kamu tidak usah memikirkan anak-anakmu, kamu cukup memikirkan istrimu saja. Bagaimana kabar istrimu Mil, bagaimana kabar Ria nak ?” –dengan suara terbata-bata dan menahan sesenggukan isak tangisnya-.
“Belum sembuh Ma.”
“Yang sabar ya Mil.”
Setelah lama berbincang sana-sini –dengan menyeka butiran air mata yang keluar-, saya bertanya, “Ma…, Mama masih ingat kejadian beberapa tahun yang lalu ?”
“Yang mana Mil ?”
“Kejadian ketika Mama kehilangan uang Rp150,- yang tersimpan di bawah bantal ?”
Kemudian di balik ujung telephon yang nun jauh di sana, Mama berteriak, (ini yang membuat bulu roma saya merinding setiap kali mengingatnya)
“Mil, sampai Mama meninggal, Mama tidak akan melupakannya.” (suara mama semakin pilu dan menyayat hati),
“Gara-gara uang itu hilang, mama dicaci-maki di depan banyak orang. Gara-gara uang itu hilang mama dihina dan direndahkan di depan banyak orang. Pada waktu itu mama punya hutang sama orang kaya di kampung kita Mil. Uang itu sudah siap dan mama simpan di bawah bantal namun ketika mama pulang, uang itu sudah tidak ada. Mama memberanikan diri mendatangi orang kaya itu, dan memohon maaf karena uang yang sudah mama siapkan hilang. Mendengar alasan mama, orang itu merendahkan mama Mil. Orang itu mencaci-maki mama Mil. Orang itu menghina mama Mil, padahal di situ banyak orang. …rasanya Mil. Mamamu direndahkan di depan banyak orang padahal bapakmu pada waktu itu guru ngaji di kampung kita Mil tetapi mama dihinakan di depan banyak orang. SAKIT…. SAKIT… SAKIT rasanya.”
Dengan suara sedu sedan setelah membayangkan dan mendengar penderitaan dan sakit hati yang dialami mama pada waktu itu, saya bertanya, “Mama tahu siapa yang mengambil uang itu ?”
“Tidak tahu Mil…Mama tidak tahu.”
Maka dengan mengakui semua kesalahan, saya menjawab dengan suara serak,
“Ma, yang mengambil uang itu saya Ma….., maka melalui telphon ini saya memohon keikhlasan Mama. Ma, tolong maafkan Jamil Ma…., Jamil berjanji nanti kalau bertemu sama Mama, Jamil akan sungkem sama mama. Maafkan saya Ma, maafkan saya….”
Kembali terdengar suara jeritan dari ujung telephon sana,
“Astaghfirullahal ‘Azhim….. Astaghfirullahal ‘Azhim….. Astaghfirullahal ‘Azhim…..Ya Allah ya Tuhanku, aku maafkan orang yang mengambil uangku karena ia adalah putraku. Maafkanlah dia ya Allah, ridhailah dia ya Rahman, ampunilah dia ya Allah.”
“Ma, benar mama sudah memaafkan saya ?”
“Mil, bukan kamu yang harus meminta maaf. Mama yang seharusnya minta maaf sama kamu Mil karena terlalu lama mama memendam dendam ini. Mama tidak tahu kalau yang mengambil uang itu adalah kamu Mil.”
“Ma, tolong maafkan saya Ma. Maafkan saya Ma?”
“Mil, sudah lupakan semuanya. Semua kesalahanmu telah saya maafkan, termasuk mengambil uang itu.”
“Ma, tolong iringi dengan doa untuk istri saya Ma agar cepat sembuh.”
“Ya Allah, ya Tuhanku….pada hari ini aku telah memaafkan kesalahan orang yang mengambil uangku karena ia adalah putraku. Dan juga semua kesalahan-kesalahannya yang lain. Ya Allah, sembuhkanlah penyakit menantu dan istri putraku ya Allah.”
Setelah itu, saya tutup telephon dengan mengucapkan terima kasih kepada mama. Dan itu selesai pada pukul 10.00 wib, dan pada pukul 11.45 wib seorang dokter mendatangi saya sembari berkata,
“Selamat pak Jamil. Penyakit istri bapak sudah ketahuan.”
“Apa dok?”
“Infeksi prankreas.”
Saya terus memeluk dokter tersebut dengan berlinang air mata kebahagiaan, “Terima kasih dokter, terima kasih dokter. Terima kasih, terima kasih dok.”
Selesai memeluk, dokter itu berkata, “Pak Jamil, kalau boleh jujur, sebenarnya pemeriksaan yang kami lakukan sama dengan sebelumnya. Namun pada hari ini terjadi keajaiban, istri bapak terkena infeksi prankreas. Dan kami meminta izin kepada pak Jamil untuk mengoperasi cesar istri bapak terlebih dahulu mengeluarkan janin yang sudah berusia 8 bulan. Setelah itu baru kita operasi agar lebih mudah.”
Setelah selesai, dan saya pastikan istri dan anak saya selamat, saya kembali ke Bogor untuk sungkem kepada mama bersimpuh meminta maaf kepadanya, “Terima kasih Ma…., terima kasih Ma.”
Namun…., itulah hebatnya seorang ibu. Saya yang bersalah namun justru mama yang meminta maaf. “Bukan kamu yang harus meminta maaf Mil, Mama yang seharusnya minta maaf.”
Sahabat Hikmah…
Maha benar sabda Rasulullaah shalallaahu ’alaihi wa sallam :
“Ridho Allah tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi, Hakim)
“Ada tiga orang yang tidak ditolak doa mereka:
orang yang berpuasa sampai dia berbuka,
seorang penguasa yang adil,
dan doa orang yang teraniaya.
Doa mereka diangkat Allah ke atas awan dan dibukakan baginya pintu langit dan Allah bertitah, ‘Demi keperkasaan-Ku, Aku akan memenangkanmu (menolongmu) meskipun tidak segera.” (HR. Attirmidzi)
Kita dapat mengambil HIKMAH bahwa:
Bila kita seorang anak:
* Janganlah sekali-kali membuat marah orang tua, karena murka mereka akan membuat murka Allah subhanau wa ta’ala. Dan bila kita ingin selalu diridloi-Nya maka buatlah selalu orang tua kita ridlo kepada kita.
* Jangan sampai kita berbuat zholim atau aniaya kepada orang lain, apalagi kepada kedua orang tua, karena doa orang teraniaya itu terkabul.
Bila kita sebagai orang tua:
* Berhati-hatilah pada waktu marah kepada anak, karena kemarahan kita dan ucapan kita akan dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan kadang penyesalan adalah ujungnya.
* Doa orang tua adalah makbul, bila kita marah kepada Anak, berdoalah untuk kebaikan anak-anak kita, maafkanlah mereka.
Semoga bermanfaat dan bisa mengambil HIKMAH..
Wassalam
Diambil dari Mutiara Hikmah
Best Regards,
F Festivalia

Kamis, 01 November 2012

Mari Terbitkan Surga di Beranda Rumah Kita, Dinda

“Kurasakan air mata ini kembali menyuburkan bunga cinta di taman hati. Kupersembahkan indah mekarnya untukmu, dinda. Semerbaknya begitu harum, bukan?”
*****
>>Saat itu. . .
Aku sudah mengenalmu karena memang engkau adalah tetangga dekatku. Olehku, benar-benar tak terbayang bahwa engkau kan menjadi kekasih hatiku yang terajut oleh untaian tali pernikahan. Jujur terakui, wajahmu tak terlalu cantik. Namun begitu, sulit pula bagi lidahku untuk kututurkan bahwa engkau jelek rupa. Biasa saja. Bagimu, make-up tak begitu penting. Itu kuketahui karena engkau memang tak pernah memoleskannya di wajahmu.
>>Aku dan Keputusanku …

Engkau adalah wanita sederhana. Iya, wanita sederhana, pintar, tak banyak bicara. Engkaulah wanita yang bersahaja. Terlihat dewasa, pula. Kesederhanaan dan kesahajaan yang engkau peragakan lah yang justru terasa mengusik hati ini. Benar, tak bisa kupungkiri. Tak bisa kututupi. Akhirnya, nyaliku terpercik hebat lalu menghujankan sebuah keputusan. Kupilih engkau menjadi permaisuriku.
>>Sejenak Tentangmu …

Engkau, dinda, bukanlah keturunan orang berpangkat, juga bukan keturunan ningrat. Aku tak peduli. Raga yang terbalut kain-kain penutup aurat dan jiwa yang terpaut akhirat yang kuingini. Terlebihi terpolesi ilmu syar’i. Tekadku sudah bulat. Kupinang engkau dalam waktu dekat.
Engkau, dinda, saat itu baru lulus SMA. Tak kusangka kalau engkau menerima lamaranku dengan tangan terbuka. Bahkan untuk menerimaku, engkau pangkas keinginanmu mencicipi bangku kuliah. Semua gurumu begitu menyayangkan keputusanmu karena engkau termasuk siswa yang cerdas. Aku tak tahu, mengapa engkau memilihku menjadi pangeran yang akan menduduki singgasana hatimu, dinda. Sujud syukurku pada Allah ‘azzawajallah. Alhamdulillah.
>>Percikan Bahagia di Hari Pernikahan…

Dan hari itu pun kita menikah. Terbitlah kebahagiaan yang menyelimuti sanubari. Sempurnalah mekar indah pucuk asmara. Telah tiba saatnya biduk harus berlayar di samudera kehidupan. Terhempas sudah karang-karang penantian yang bertengger di taman hati.
Adakah jalinan yang indah selain jalinan dan untaian tali pernikahan?
Adakah letupan-letupan cinta yang lebih menenteramkan hati sepasang muda-mudi selain dalam ikatan ini?
Adakah hubungan yang lebih menabung kebaikan selain hubungan sah secara syar’i?
Bak sejuknya tanah gersang yang kembali subur setelah dentuman hujan, bak cerahnya dedaunan muda yang indah menghijau bersemi, bak syahdunya kicauan burung menyambut mentari di pagi nan cerah, begitulah pula datangnya kuncup bahagia di hati.


>>Aku Begitu Kagum. . .

Semua terasa mudah dan indah, dinda. Engkaupun merasakan hal yang sama, bukan? Saat itu, usiaku 25 tahun dan engkau baru 19 tahun. Memang masih terlalu muda untuk kalangan umum namun engkau berani mengambil keputusan itu. Engkau berani mengakhiri masa lajangmu di usia dini. Dan tahukah engkau, dinda, itu membuatku semakin kagum padamu.
Dinda tersayang.
Semenjak menikah hingga saat ini, kekagumanku padamu terpupuk subur. Kudapati engkau belum pernah mengeluh tentang keadaan yang kita alami bersama. Padahal engkau sendiri tahu bahwa penghasilanku tak seberapa, kadangkala tak seimbang antara pemasukan dan pengeluaran. Begitu sering kita harus mengikis beberapa keinginan karena kita tak sanggup menggapainya. Benar-benar tak pernah terlihat kristal bening menetes dari pelupuk matamu karena hal itu, dinda.


>>Tetesan Air Mata di Kasur Cinta ..

Masih teringatkah olehmu, dinda, saat pertama kali kita arungi bahtera ini di sebuah kontrakan mungil? Sama sekali kita tak punya apa-apa, bahkan alas tidur pun tak ada. Tetapi engkau benar-benar membuktikan kecerdikanmu, dinda.
Seonggok pakaian kita yang masih tersimpan dalam tas usang, kau keluarkan. Engkaupun melipatnya lalu engkau tumpuk dua hingga tiga helai. Engkau kemudian mengaturnya berjejeran. Di atas barisan baju itu, engkau bentangkan jilbab lebarmu. Jadilah kasur cinta ala istriku terkasih.
Sambil menyungging senyum manismu, engkau mempersilahkan aku mengempukkan diri di kasur cinta kita. Kutatap wajah ayumu, dinda. Kufokuskan mataku memandang hitam bola matamu sambil membalasmu dengan senyumku. Beberapa detik kemudian, kurasakan getaran hebat berkecamuk di hati. Dan, dan, dan berlinanglah air mata haruku. Aku cinta. Aku cinta. Aku mencintaimu, dinda.
>>Saatnya Engkau Melahirkan ..

Bersamamu, wahai permaisuri hatiku, tak terasa begitu cepat bergulirnya waktu. Dengan penuh kasih, selalu indah nan syahdu terlalui hari-hari, dinda. Kekurangan materi yang terkadang menghantui seakan-akan bukanlah beban manakala kita senantiasa menebalkan keikhlasan di hati. Denganmu, dinda, begitu banyak pelajaran yang kupetik.
Masih ingatkah ketika usia pernikahan kita beranjak setahun, saat tujuh bulan usia kehamilanmu, dinda? Aku begitu panik ketika engkau mengalami pendarahan. Tapi engkau begitu tenang tak gugup. Dari keningmu yang berkerut dan nafasmu yang tertahan, aku tahu engkau sedang menahan sakit yang luar biasa. Segera saja kubawa engkau ke bidan. Dari pemeriksaannya, itu adalah tanda-tanda bahwa engkau akan melahirkan.
Jam 12 malam, saat manusia tengah asyik terlelap, anak pertama kita lahir dengan prematur. Ah, betapa aku bahagia, dinda. Berulang kali, kukecup keningmu dengan kecupan sayang penuh mesra.
>>Segelas Air Putih..
Aku melihat wajahmu melemas. Engkau begitu lelah. Secara perlahan, kau bisiki aku dengan berkata:
“abii…, aku lapeer.”

Tersentak aku mendengarnya, dinda. Ya, seharian tadi engkau tak makan karena kesakitan sejak kemarin. Sore tadi aku hanya membeli sebungkus roti untukmu namun sudah kulahap habis karena tadi engkau tak nafsu makan. Kini tak ada roti atau jajanan lain. Mau beli, jam segini semua toko dan warung sudah tutup.
Alhamdulillah, ada segelas air putih yang dibawakan bidan. Kusuguhkan sendiri untukmu agar kemesraan kita tetap terjalin dan barangkali letihmu akan terkikis. Perlahan, engkau pun meneguknya, dinda. Tak ada tuntutan dan keluhan sedikit pun yang terlontar dari lisanmu. Engkau sungguh mengagumkan, dinda. Aku memuji Allah atas anugerah ini.
Kesahajaanmu benar-benar menggelombangkan air mataku. Melihat semburat bahagia terbit di wajahmu, kembali kurasakan tetesan bening bak kristal itu mengalir syahdu dari pelupuk mataku. Seiring menyusuri lembah hidungku, kurasakan air mata ini kembali menyuburkan bunga cinta di taman hati. Kupersembahkan indah mekarnya untukmu, dinda. Semerbaknya begitu harum, bukan?

Yah, bayi yang menjadi permata hati kita yan selamat dan nampak sehat telah membuatmu lupakan lapar dan dahaga.
>>Engkaulah Penyejuk Hati..

Tahun berganti dan engkau tak pernah berubah. Hampir sepuluh tahun kita bersama dalam bahtera yang penuh dengan kesederhanaan tetapi kita tak pernah lontarkan keluh. Engkau tak pernah tuntut dunia dariku, dinda. Tak pernah minta ini. Tak pernah minta itu. Beli pakaian saja mungkin tiga atau empat tahun sekali. Perhiasan? Tak pernah engkau mengenalnya. Bagimu, bisa memenuhi kebutuhan saja tanpa berhutang sudah lebih dari cukup.

Sungguh, dinda. Aku amat bahagia mengenalmu sosokmu. Aku memuji Allah atas anugerah ini. Engkaulah permata sekaligus belahan jiwa yang menyejukkan hati. Mata akan teduh memandangmu. Engkaulah sebenarnya perhiasan itu, dinda. Semoga engkau selalu tegar menemani hari-hariku hingga kita jelang negeri penuh cinta nan abadi di akhirat nanti.
***
_____________
Catatan Editor:

Sejatinya, ini adalah kisah nyata yang tertera dalam buku “Bila Pernikahan Tak Seindah Impian”, penerbit Mumtaza, Solo, 2007, hal 118-122. Kepada penulis buku tersebut yaitu saudara Muhammad Albani (hafidzahullah), kami telah meminta ijin untuk menuturkan dan mengisahkan kembali sekaligus mendaur ulang bahasanya dengan tidak merubah alur kisah.
Kepada sepasang merpati dalam tulisan, semoga jalinan cinta yang terajut dalam kehalalan tersebut tetap terjaga hingga berjumpa dengan wajah Allah di surga, kelak.
Kepada para wanita, selalu kami titipkan nasehat agar merias diri dengan akhlak yang mulia dan membalutkan diri dengan ilmu syar’i. Ketahuilah wahai saudari-saudari kami bahwa salah satu dosa anda sebagai makhluk hawa, seperti yang disebutkan para ulama, adalah keengganan anda untuk menuntut ilmu dien ini. Jadikanlah wanita dalam kisah diatas sebagai  salah satu ibrah untuk menapaki jenjang pernikahan. Terakhir, jadilah kalian wanita  yang penuh kesahajaan dan selalu merasa cukup dalam dunia. Semoga Allah ‘azzawajalla mudahkan kalian memasuki surga-Nya.
Kepada sauadara-saudara kami, semoga kisah di atas menjadi salah satu percikan-percikan yang akan menerangi jenjang-jenjang kehidupan kita selanjutnya. Semoga Allah tabaraka wata’ala mengistiqamahkan kita di atas sunnah dan manhaj yang ditempuh para pendahulu sehingga kita mampu menjadi pribadi yang shahih berilmu nan mulia berakhlak. Kami rasakan fitnah-fitnah di akhir zaman begitu dahsyat menghantam karang keimanan.
Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla illa ha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaika.
Salam persaudaraan penuh kehangatan ukhuwah,
Fachrian Almer Akiera
Mataram, Kota Ibadah,  menjelang isya’ di hari Idul Adha, 10 Dzulhijjah 1431 H.
Sumber tulisan: http://remajaislam.com/islam-dasar/pojok-muslimah/80-mari-terbitkan-surga-di-beranda-rumah-kita-dinda.html

Merpati Tak Lagi Terbang Tinggi

Kisah ta’arufku hampir enam tahun silam masih membekas di benak. Sungguh, kalau ingat saat itu aku merasa menjadi orang paling konyol di dunia, sekaligus merasa jadi orang paling beruntung. Saat ta’aruf, saat hendak menikah, saat hari H pernikahan, semua menyisakan kenangan lucu dan konyol. Bahkan aku tak tahu hari pernikahanku.
Panggil aku Sofi, anak ke 6 dari 7 bersaudara. Hidupku dipenuhi kasih sayang dan bermanja-manja. Tapi orang tuaku juga mengajarkan kami sikap mandiri dan bekerja keras serta sikap peduli dan menolong. Orangtuaku tak membedakan anak laki-laki dan perempuan. Tugas di ladang yang terletak di lereng bukit dibagi bertujuh. Tentunya sesuai kemampuan kami. Pun saat sumur kering, kami biasa bersama-sama mengambil air di sungai di bawah bukit yang lumayan jauh. Tapi kami senang melakukannya. Sebab sambil bekerja, bapak juga mengajak kami bermain disela-selanya.
Mungkin kebiasaan naik turun bukit itu, yang kemudian hari menguatkan jiwa petualanganku naik turun gunung. Aku diantara saudara perempuanku memang paling tomboy dan bandel. Tapi masih sebagaimana umumnya kenakalan anak-anak, tak sampai ke hal negatif. Saat SMU hobi naik turun gunungku masih menggila. Awalnya orang tua sering melarang, bahkan aku kena marah. Tapi akhirnya orangtuaku menyerah menasehatiku untuk berhenti naik gunung. Apalagi setelah sering melihat aku baik-baik saja dengan hobiku, mereka membiarkanku, tapi memintaku untuk berhati-hati. Aku senang main, sebaliknya akupun menjaga kepercayaan mereka.
Oya, aku tinggal di lingkungan yang Alhamdulillah bagus. Keluargaku muslim rajin sholat. Sementara banyak tetangga di desaku yang pria bercelana gantung dan wanitanya berjubah serta bercadar, aku menganggap mereka aneh. Namun aku akrab dengan akhwat-akhwatnya. Yang pada akhirnya setelah menikah kelak, aku tahu mereka itu bermanhaj salaf. Hidayah memang belum datang padaku, saat itu akupun belum berjilbab bahkan dalam keluargaku banyak bid’ah dan syirik.
Seiring waktu, lulus SMU, aku mulai berjilbab kecil. Aku masih tomboy dan tetap rajin naik gunung. Tak berapa lama, aku mendapat tawaran dari seorang tetangga bekerja di Batam. Si tetangga sudah lama disana. Kebetulan pula beberapa anak Pak Dhe dan Omku juga mengais rizki disana. Kupikir apa salahnya mencari pengalaman? Atas ijin ortu aku berangkat. Di Batam hobi naik gunungku makin menggila, bahkan hingga Sumatra dan Kalimantan. Bila kerja libur, aku berpetualang. Selain itu aku mulai rajin ngaji di ta’lim yang diadakan sesama karyawan.
6 tahun di Batam, aku pulang ke Jawa. Aku masih saja ke gunung. Hingga suatu sore Bapak bilang, “Kamu mau dilamar nduk! Besok ada yang mau datang ketemu”. Aku tak terkejut, malah tertawa ngakak, hingga bapak mencubitku. Dan aku bilang ke Bapak, “Jam berapa pak? Pagi atau siang, soalnya Sofi mau naik gunung. “Lagi-lagi bapak mencubitku, ”Dasar otak gunung”, ujarnya sambil berlalu. Ada yang tahu perasaanku saat itu? Datar dan biasa saja. Bahagia? Entah. Aku tak merasakan apa-apa. Bahkan, penasaran siapa laki-laki yang hendak melamarku pun tidak. Bahkan saat kakak dan adikku meledek, aku biasa saja. Maklum, selama ini sosok makhluk bernama “laki-laki” tak pernah ada di otakku, pacaran pun aku tak pernah. Naksir cowok? Jauh dari daftar acaraku, tapi itu bukan berarti aku tak punya teman laki-laki lho…,
Esok yang dijanjikan pun tiba. Kakak-kakak dan adikku heboh mengintip, tapi aku biasa saja. Hingga bapak memanggilku ke ruang tamu. Aku memakai baju gunungku, kupikir aku tampak percaya diri dan gagah, bagiku itu pakaian terbagus dari pada rok panjang yang ribet. Kubiarkan ibu dan kakak-kakakku ngomel karena aku tak mau memakai “pakaian feminim” yang sudah susah payah disiapkan.
Masuk ruang tamu, aku tak berani menatap yang hadir. Aku duduk dekat Bapak. Mukaku seperti udang rebus dan ini baru terjadi sekali dalam hidupku. “Gimana Sof, kamu mau? “Bapak memecah kebekuan. Aku hanya menunduk dari tadi. Diam. Tak menjawab Bapak. Mataku justru sibuk melihat kaki pelamarku. Kaki yang putih dan bersih. Hingga Bapak menyentuh punggungku. Karena terkejut aku tak bisa mengontrol ucapanku “Putih Pak, aku mau!” Astaghfirullah,,, ini akibat mata yang diumbar. Ruang tamu dipenuhi tawa tertahan keluarga besarku. Aku tak tahu, apa yang ada di benak pelamarku tentang aku … ah masa bodo ….
Tak sampai seminggu setelah lamaran, Bapak menemuiku. Saat itu hari Rabu, aku tengah bersiap untuk mendaki ke gunung Semeru. Bapak bilang aku harus mengurus surat nikah, karena hari Senin depan aku menikah. Aku protes karena aku tak diberi tahu sebelumnya. Padahal setahuku, pelamarku itu cuma datang sekali kerumah. Rupanya Mas Hari, ikhwan tetangga, yang jadi perantara dengan Bapak. Aku ngotot naik gunung meski keluargaku melarang. Aku berjanji insya Allah hari Minggu sudah kembali ke rumah. Bapak kecewa dengan keputusanku, tapi saat aku pamit Bapak tertawa dan mencubitku. Bapak bilang,
“Sebentar lagi, otak gunungmu akan hilang” Hmmm … benarkah ?
Minggu sore, aku pulang disambut omelan ibu. Karena was-was. Tapi Bapak adem adem saja. Justru yang malah marah Pak Dhe dan Embah. Tak cuma ngomel padaku, tapi juga pada Bapak dan Ibu, karena tak memingitku. Sebagaimana tradisi di daerahku, orang yang mau jadi pengantin tak boleh keluar rumah. Sedang aku? he … he…
Begitulah, tenda biru telah didirikan sehari sebelum aku turun gunung. Bila ada tamu datang, mereka mencari calon pengantin. Bapak dan ibu bilang sedang naik gunung. Maka tamu pun bingung dan berkomentar ini itu. Itu sebagian kekonyolan menjelang pernikahanku.
Hari itu pun tiba. Akad nikah dibalik tabir itu berlangsung khidmat. Tak terasa airmata menetes saat ijab kabul, bahkan Bapakpun menangis. Demi Allah, aku merasa bahagia luar biasa. Kemarin aku masih seperti merpati, bebas kemana saja, beberapa jam kemudian ternyata aku sudah terikat pernikahan. Subhanalloh. Setelah ijab kabul, aku diminta tanda tangan buku nikah. Kudengar dari balik tabir Bapak meminta seorang laki-laki masuk dengan membawa buku nikah keruang aku dan keluarga besarku serta tamu undangan wanita. Itulah untuk pertama kalinya. Aku melihat jelas wajah suamiku. Putih seperti kakinya dan tampak dengan jenggot lebat yang rapi. Aku merasa tiba-tiba jatuh cinta!! Tengah dimabuk asmara, aku tak berhenti mencuri pandang padanya. Namun apa yang terjadi?? Deg-degan menanti, mas Hasan suamiku – bukan ke tempat dudukku malah dengan pedenya menyambangi tempat duduk adikku, sambil menyerahkan buku nikah. Serempak orang diruang itu berteriak. “Salah mas, pengantinnya bukan yang itu, tapi ini”. Kulihat muka mas Hasan bersemu merah. Ia tampak malu dan menahan tawa sambil menuju ke arahku. Ruang yang penuh dengan kebahagiaan kian semarak dengan gelak tawa.
Wajahku dan adikku memang mirip. Saat kejadian itu, ia berdandan dengan baju payet indah yang seharusnya kupakai saat itu, tapi aku lebih memilih memakai jubah dan kerudung kecil sederhana hingga tak mencolok seperti adikku. Eh, malah jadi keliru … Alhamdulillah, akhirnya aku resmi jadi istri.
Setelah menikah hidupku berubah. Kini telah kutempuh manhaj mulia ini atas bimbingan mas Hasan dan tentunya hidayah Allah pula. Tak lupa kuucapkan terima kasih pada mas Hari dan istri yang telah berani merekomendasikan aku pada calon suamiku, padahal aku masih jahil saat itu. Semua itu mereka lakukan karena sayang dan kasihan padaku yang sering berpetualangan, rencana nikah 3 bulan ke depan dimajukan lima hari setelah lamaran!! Saat pernikahan pun berlangsung tanpa musik dan syar’i.
Alhamdulillah, bapak bisa diajak kerjasama oleh mas Hari dan mas Hasan, Lagi pula bapak juga ingin aku berhenti berpetulangan dan sangat setuju aku menikah.
Kini aku hamil 5 bulan anak keduaku. Aisyah anak pertamaku mulai masuk TK, Alhamdulillah aku hidup bahagia serta tak henti kusyukuri Allah memberiku suami yang mencintaiku karena-NYA dari sejak berjumpa. Bahkan kini, Bapak pun menempuh manhaj Salaf. Sekali lagi, tak henti kuucap syukur pada Allah atas semua ini. (Ummu Zubair)

Pria Ini Mengayuh Becak Sambil Mengasuh Bayinya

Hati siapa yang tidak tersentuh melihat seorang pria menarik becak di siang hari yang panas sambil menggendong bayi? Hal ini benar-benar terjadi di India. Pria ini mengasuh bayinya karena sang istri meninggal setelah melahirkan dan tidak ada yang bersedia merawat sang bayi.
Dilansir Dailymail, nama pria ini adalah Bablu Jatav, 38 tahun. Dia dikaruniai seorang bayi perempuan yang diberi nama Damini setelah menikah selama 15 tahun dengan istrinya, Shanti. Pak Bablu mengatakan bahwa dia sangat senang diberkati seorang putri, tetapi dia menyimpan kesedihan mendalam karena sang istri meninggal sesaat setelah melahirkan.
(c) dailymail.co.uk
"Shanti meninggal tidak lama setelah melahirkan di rumah sakit pada tanggal 20 September," ujar pak Bablu. "Sejak saat itu, belum ada seorang pun yang mau merawat putri saya, sehingga saya yang merawatnya, bahkan pada saat saya menarik becak," lanjutnya.
Pekerjaan pak Bablu sehari-hari adalah penarik becak di kota Bharatpur. Dia tidak memiliki saudara yang bisa merawat bayinya, sehingga jalan satu-satunya adalah merawat sang putri sambil bekerja. Pak Bablu menggendong bayinya dengan kain yang dililitkan di leher. Hal ini terpaksa dia lakukan, bahkan di tengah hari yang sangat panas.
(c) dailymail.co.uk
Kondisi ini memang memprihatinkan, terutama bagi Damini yang masih sangat kecil. Panasnya matahari dan kondisi jalanan membuatnya harus dilarikan di rumah sakit Jaipur beberapa waktu yang lalu. Sang bayi mengalami septikemia, anemia dan dehidrasi akut. Untungnya, kondisi sang bayi membaik setelah dirawat.
Berita ini dengan cepat menyebar di India, sehingga banyak tawaran bantuan yang diterima oleh pak Bablu. Besar kemungkinan bahwa pemerintah India setempat sedang memproses cara untuk membantu merawat sang bayi. Semoga bantuan segera datang, sehingga bayi perempuan ini mendapat perawatan yang lebih baik.
Ladies, jangan remehkan cinta seorang ayah. Sudahkah Anda berterima kasih pada beliau?
loading...

Download App Kisah Nyata
di Google Playstore