Jumat, 28 Desember 2012

Akibat Mengambil Uang Rp. 150,- (Kisah Nyata)

Sahabat Hikmah…

Ada satu kisah yang sangat BERHARGA, diceritakan seorang trainer Kubik Leadership yang bernama Jamil Azzaini di kantor Bea dan Cukai Tipe A Bekasi sekitar akhir tahun 2005. Dalam berceramah agama, beliau menceritakan satu kisah dengan sangat APIK dan membuat air mata pendengar berurai. Berikut ini adalah kisahnya:
Pada akhir tahun 2003, istri saya selama 11 malam tidak bisa tidur. Saya sudah berusaha membantu agar istri saya bisa tidur, dengan membelai, diusap-usap, masih susah tidur juga. Sungguh cobaan yang sangat berat. Akhirnya saya membawa istri saya ke RS Citra Insani yang kebetulan dekat dengan rumah saya. Sudah 3 hari diperiksa tapi dokter tidak menemukan penyakit istri saya. Kemudian saya pindahkan istri saya ke RS Azra, Bogor. Selama berada di RS Azra, istri saya badannya panas dan selalu kehausan sehingga setiap malam minum 3 galon air Aqua. Setelah dirawat 3 bulan di RS Azra, penyakit istri saya belum juga diketahui penyakitnya.
Akhirnya saya putuskan untuk pindah ke RS Harapan Mereka di Jakarta dan langsung di rawat di ruang ICU. Satu malam berada di ruang ICU pada waktu itu senilai Rp 2,5 juta. Badan istri saya –maaf- tidak memakai sehelai pakaian pun. Dengan ditutupi kain, badan istri saya penuh dengan kabel yang disambungkan ke monitor untuk mengetahui keadaan istri saya. Selama 3 minggu penyakit istri saya belum bisa teridentifikasi, tidak diketahui penyakit apa sebenarnya.
Kemudian pada minggu ke-tiga, seorang dokter yang menangani istri saya menemui saya dan bertanya, “Pak Jamil, kami minta izin kepada pak Jamil untuk mengganti obat istri bapak.”
“Dok, kenapa hari ini dokter minta izin kepada saya, padahal setiap hari saya memang gonta-ganti mencari obat untuk istri saya, lalu kenapa hari ini dokter minta izin ?”
“Ini beda pak Jamil. Obatnya lebih mahal dan obat ini nantinya disuntikkan ke istri bapak.”
“Berapa harganya dok?”
“Obat untuk satu kali suntik 12 juta pak.”
“Satu hari berapa kali suntik dok?”
“Sehari 3 kali suntik.”
“Berarti sehari 36 juta dok?”
“Iya pak Jamil.”
“Dok, 36 juta bagi saya itu besar sedangkan tabungan saya sekarang hampir habis untuk menyembuhkan istri saya. Tolong dok, periksa istri saya sekali lagi. Tolong temukan penyakit istri saya dok.”
“Pak Jamil, kami juga sudah berusaha namun kami belum menemukan penyakit istri bapak. Kami sudah mendatangkan perlengkapan dari RS Cipto dan banyak laboratorium namun penyakit istri bapak tidak ketahuan.”
“Tolong dok…., coba dokter periksa sekali lagi. Dokter yang memeriksa dan saya akan berdoa kepada Rabb saya. Tolong dok dicari”
“Pak Jamil, janji ya kalau setelah pemeriksaan ini kami tidak juga menemukan penyakit istri bapak, maka dengan terpaksa kami akan mengganti obatnya.” Kemudian dokter memeriksa lagi.
“Iya dok.”
Setelah itu saya pergi ke mushola untuk shalat dhuha dua raka’at. Selesai shalat dhuha, saya berdoa dengan menengadahkan tangan memohon kepada Allah, -setelah memuji Allah dan bershalawat kepada Rasululloh,
“Ya Allah, ya Tuhanku….., gerangan maksiat apa yang aku lakukan. Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga engkau menguji aku dengan penyakit istriku yang tak kunjung sembuh. Ya Allah, aku sudah lelah. Tunjukkanlah kepadaku ya Allah, gerangan energi negatif apakah yang aku lakukan sehingga istriku sakit tak kunjung sembuh ? sembuhkanlah istriku ya Allah. Bagimu amat mudah menyembuhkan penyakit istriku semudah Engkau mengatur Milyaran planet di muka bumi ini ya Allah.”
Kemudian secara tiba-tiba ketika saya berdoa, “Ya Allah, gerangan maksiat apa yang pernah aku lakukan? Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga aku diuji dengan penyakit istriku tak kunjung sembuh?” saya teringat kejadian berpuluh-puluh tahun yang lalu, yaitu ketika saya mengambil uang ibu sebanyak Rp150,-.
Dulu, ketika kelas 6 SD, SPP saya menunggak 3 bulan. Pada waktu itu SPP bulanannya adalah Rp 25,-. Setiap pagi wali kelas memanggil dan menanyakan saya, “JaMil, kapan membayar SPP ? JaMil, kapan membayar SPP ? JaMil, kapan membayar SPP ?” Malu saya. Dan ketika waktu istrirahat saya pulang dari sekolah, saya menemukan ada uang Rp150,- di bawah bantal ibu saya. Saya mengambilnya. Rp75,- untuk membayar SPP dan Rp75,- saya gunakan untuk jajan.
Saya kemudian bertanya, kenapa ketika berdoa, “Ya Allah, gerangan maksiat apa? Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga penyakit istriku tak kunjung sembuh?” saya diingatkan dengan kejadian kelas 6 SD dulu ketika saya mengambil uang ibu. Padahal saya hampir tidak lagi mengingatnya ??. Maka saya berkesimpulan mungkin ini petunjuk dari Allah. Mungkin inilah yang menyebabkan istri saya sakit tak kunjung sembuh dan tabungan saya hampir habis. Setelah itu saya menelpon ibu saya,
“Assalamu’alaikum Ma…”
“Wa’alaikumus salam Mil….” Jawab ibu saya.
“Bagaimana kabarnya Ma ?”
“Ibu baik-baik saja Mil.”
“Trus, bagaimana kabarnya anak-anak Ma ?”
“Mil, mama jauh-jauh dari Lampung ke Bogor untuk menjaga anak-anakmu. Sudah kamu tidak usah memikirkan anak-anakmu, kamu cukup memikirkan istrimu saja. Bagaimana kabar istrimu Mil, bagaimana kabar Ria nak ?” –dengan suara terbata-bata dan menahan sesenggukan isak tangisnya-.
“Belum sembuh Ma.”
“Yang sabar ya Mil.”
Setelah lama berbincang sana-sini –dengan menyeka butiran air mata yang keluar-, saya bertanya, “Ma…, Mama masih ingat kejadian beberapa tahun yang lalu ?”
“Yang mana Mil ?”
“Kejadian ketika Mama kehilangan uang Rp150,- yang tersimpan di bawah bantal ?”
Kemudian di balik ujung telephon yang nun jauh di sana, Mama berteriak, (ini yang membuat bulu roma saya merinding setiap kali mengingatnya)
“Mil, sampai Mama meninggal, Mama tidak akan melupakannya.” (suara mama semakin pilu dan menyayat hati),
“Gara-gara uang itu hilang, mama dicaci-maki di depan banyak orang. Gara-gara uang itu hilang mama dihina dan direndahkan di depan banyak orang. Pada waktu itu mama punya hutang sama orang kaya di kampung kita Mil. Uang itu sudah siap dan mama simpan di bawah bantal namun ketika mama pulang, uang itu sudah tidak ada. Mama memberanikan diri mendatangi orang kaya itu, dan memohon maaf karena uang yang sudah mama siapkan hilang. Mendengar alasan mama, orang itu merendahkan mama Mil. Orang itu mencaci-maki mama Mil. Orang itu menghina mama Mil, padahal di situ banyak orang. …rasanya Mil. Mamamu direndahkan di depan banyak orang padahal bapakmu pada waktu itu guru ngaji di kampung kita Mil tetapi mama dihinakan di depan banyak orang. SAKIT…. SAKIT… SAKIT rasanya.”
Dengan suara sedu sedan setelah membayangkan dan mendengar penderitaan dan sakit hati yang dialami mama pada waktu itu, saya bertanya, “Mama tahu siapa yang mengambil uang itu ?”
“Tidak tahu Mil…Mama tidak tahu.”
Maka dengan mengakui semua kesalahan, saya menjawab dengan suara serak,
“Ma, yang mengambil uang itu saya Ma….., maka melalui telphon ini saya memohon keikhlasan Mama. Ma, tolong maafkan Jamil Ma…., Jamil berjanji nanti kalau bertemu sama Mama, Jamil akan sungkem sama mama. Maafkan saya Ma, maafkan saya….”
Kembali terdengar suara jeritan dari ujung telephon sana,
“Astaghfirullahal ‘Azhim….. Astaghfirullahal ‘Azhim….. Astaghfirullahal ‘Azhim…..Ya Allah ya Tuhanku, aku maafkan orang yang mengambil uangku karena ia adalah putraku. Maafkanlah dia ya Allah, ridhailah dia ya Rahman, ampunilah dia ya Allah.”
“Ma, benar mama sudah memaafkan saya ?”
“Mil, bukan kamu yang harus meminta maaf. Mama yang seharusnya minta maaf sama kamu Mil karena terlalu lama mama memendam dendam ini. Mama tidak tahu kalau yang mengambil uang itu adalah kamu Mil.”
“Ma, tolong maafkan saya Ma. Maafkan saya Ma?”
“Mil, sudah lupakan semuanya. Semua kesalahanmu telah saya maafkan, termasuk mengambil uang itu.”
“Ma, tolong iringi dengan doa untuk istri saya Ma agar cepat sembuh.”
“Ya Allah, ya Tuhanku….pada hari ini aku telah memaafkan kesalahan orang yang mengambil uangku karena ia adalah putraku. Dan juga semua kesalahan-kesalahannya yang lain. Ya Allah, sembuhkanlah penyakit menantu dan istri putraku ya Allah.”
Setelah itu, saya tutup telephon dengan mengucapkan terima kasih kepada mama. Dan itu selesai pada pukul 10.00 wib, dan pada pukul 11.45 wib seorang dokter mendatangi saya sembari berkata,
“Selamat pak Jamil. Penyakit istri bapak sudah ketahuan.”
“Apa dok?”
“Infeksi prankreas.”
Saya terus memeluk dokter tersebut dengan berlinang air mata kebahagiaan, “Terima kasih dokter, terima kasih dokter. Terima kasih, terima kasih dok.”
Selesai memeluk, dokter itu berkata, “Pak Jamil, kalau boleh jujur, sebenarnya pemeriksaan yang kami lakukan sama dengan sebelumnya. Namun pada hari ini terjadi keajaiban, istri bapak terkena infeksi prankreas. Dan kami meminta izin kepada pak Jamil untuk mengoperasi cesar istri bapak terlebih dahulu mengeluarkan janin yang sudah berusia 8 bulan. Setelah itu baru kita operasi agar lebih mudah.”
Setelah selesai, dan saya pastikan istri dan anak saya selamat, saya kembali ke Bogor untuk sungkem kepada mama bersimpuh meminta maaf kepadanya, “Terima kasih Ma…., terima kasih Ma.”
Namun…., itulah hebatnya seorang ibu. Saya yang bersalah namun justru mama yang meminta maaf. “Bukan kamu yang harus meminta maaf Mil, Mama yang seharusnya minta maaf.”
Sahabat Hikmah…
Maha benar sabda Rasulullaah shalallaahu ’alaihi wa sallam :
“Ridho Allah tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi, Hakim)
“Ada tiga orang yang tidak ditolak doa mereka:
orang yang berpuasa sampai dia berbuka,
seorang penguasa yang adil,
dan doa orang yang teraniaya.
Doa mereka diangkat Allah ke atas awan dan dibukakan baginya pintu langit dan Allah bertitah, ‘Demi keperkasaan-Ku, Aku akan memenangkanmu (menolongmu) meskipun tidak segera.” (HR. Attirmidzi)
Kita dapat mengambil HIKMAH bahwa:
Bila kita seorang anak:
* Janganlah sekali-kali membuat marah orang tua, karena murka mereka akan membuat murka Allah subhanau wa ta’ala. Dan bila kita ingin selalu diridloi-Nya maka buatlah selalu orang tua kita ridlo kepada kita.
* Jangan sampai kita berbuat zholim atau aniaya kepada orang lain, apalagi kepada kedua orang tua, karena doa orang teraniaya itu terkabul.
Bila kita sebagai orang tua:
* Berhati-hatilah pada waktu marah kepada anak, karena kemarahan kita dan ucapan kita akan dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan kadang penyesalan adalah ujungnya.
* Doa orang tua adalah makbul, bila kita marah kepada Anak, berdoalah untuk kebaikan anak-anak kita, maafkanlah mereka.
Semoga bermanfaat dan bisa mengambil HIKMAH..
Wassalam
Diambil dari Mutiara Hikmah
Best Regards,
F Festivalia

Kisah Nyata, Ayah Kandungku Kekasihku



Setelah lama tidak bertemu.

Awalnya Katrina Yates, ibunda Nicola senang, putri kesayangannya itu jatuh cinta. Ia bahkan tidak sabar untuk bertemu lelaki yang telah membuat putrinya jatuh cinta.

Namun selama beberapa bulan, Nicola menolak untuk memperkenalkan sang kekasih kepada keluarga. Katrina pun terheran-heran, kenapa putrinya itu sampai tidak ingin memperkenalkan kekasih barunya itu.

Namun siapa sangka, jika kemudian diketahui, kekasih Nicola adalah ayah biologisnya sendiri bernama Andrew Butler. Sosok yang dahulu menggendong Nicola sebagai seorang anak.

Katrina juga tidak menyangka, jika sang anak ternyata sudah melakukan hubungan badan dengan kekasihnya tersebut.

Nicola berkenalan dengan Andrew melalui situs jejaring sosial. Karena saling mencintai, keduanya pun terlibat hubungan asmara. Bahkan, Nicola sudah kerapkali berhubungan intim dengan kekasihnya itu.

Katrina yang kemudian mengetahui kejadian tersebut, kemudian melaporkan Andrew dan anaknya ke kantor polisi.

Andrew sempat dipenjara selama 10 bulan dan tahun lalu, ia dibebaskan. Sementara Nicola sudah bersumpah untuk tidak menjalin hubungan lagi dengan Andrew.

Namun setelah bebas, Nicola pun angkat kaki dari rumah.


Sang ibu tidak menyangka putrinya menjalin cinta dengan ayah kandungnya

Seperti dikutip situs The Sun, Katrina yang berprofesi sebagai resepsionis di sebuah perusahaan di Birmingham, Inggris mengungkapkan jika dirinya seperti mengalami mimpi buruk.

"Nicola memang melacak ayah kandungnya. Namun setelah bertemu, ia justru menjalin asmara sampai berhubungan suami istri, itu sangat menjijikan," ujarnya.

Katrina mengisahkan, ia bertemu dengan Andrew saat dirinya berusia 17 tahun di tahun 1984. Keduanya kemudian menikah dan memiliki dua anak, Nicola dan Lee.

"Dia (Andrew) sebenarnya adalah ayah yang baik. Namun kami terpaksa harus berpisah. Saat berpisah, Nicola berusia empat tahun," ujarnya.

Setelah berpisah, Andrew tidak lagi menghubungi Katrina meski ternyata jarak tempat tinggal mereka hanya 10 mil. Andrew juga tidak pernah menghubungi kedua anaknya sejak berpisah. Bahkan pasangan Katrina saat ini, Carl Yates sudah dipanggil ayah oleh Nicola dan Lee.

"Carl memperlakukan anak-anak saya seperti anaknya sendiri. Ketika Nicola berusia 18 tahun, aktenya diubah dengan nama keluarga Yates," terang Katrina.

Nicola sempat mengungkapkan, jika dirinya putus asa untuk mencari ayah kandungnya lantaran terlalu sulit.

"Saya sempat terkejut saat anak saya ingin mencari ayahnya. Namun saya memahami kenapa anak saya ingin mengetahui masa lalunya. Saya sempat sampaikan jika mencari ayahnya bukanlah hal yang baik, apalagi Andrew tidak lagi menghubungi anak-anaknya," terang Katrina.

Tahun 2006, Nicola diam-diam mulai kembali melacak keberadaan sang ayah melalui situs Gen Reunited. Katrina sempat melihat aktivitas tersebut beberapa kali namun ia membiarkannya.

Setelah itu Nicola mengabarkan jika dirinya sedang berhubungan khusus dengan seorang lelaki berusia 35 tahun yang disebutnya bernama Andy.

"Nicola menceritakan hal tersebut dengan gembira namun ia belum mau memperkenalkan kekasih barunya tersebut kepada kami terlalu dini. Karena merasa putri saya sudah dewasa, saya tidak bergitu khawatir," tutur Katrina.

"Putri saya juga sempat menceritakan, jika hubungannya tersebut putus sambung. Jadi, saya anggap itu hanya hubungan biasa," imbuh Katrina.

"Namun saat putri saya kembali menceritakan jika dirinya sudah berpacaran lagi dengan Andy, saya merasa khawatir. Sebab, Nicola tidak ingin memperkenalkan kekasihnya tersebut kepada saya," kata katrina.

Berjuta alasan diungkapkan Nicola saat sang ibu ingin bertemu dengan kekasih putrinya itu. Tak kehilangan akal, ia kemudian meminta adik tiri Nicola, Natalie untuk menyelidiki siapa sebenarnya Andy.

"Anak saya sempat bertemu sosok Andy beberapa kali. Ia mengatakan kekasih Nicola jauh lebih tua namun Nicola merasa bahagia bersama dengannya," terang Katrina.


Awalnya tidak percaya

Sepandai-pandainya bangkai disimpan, pasti akan tercium juga baunya. Hal itulah yang dirasakan Katrina. Ia tanpa sengaja melihat foto sosok Andy kemudian lemas.

Foto lelaki tersebut sangat dikenalinya sebagai Andrew, meski sudah 20 tahun tidak bertemu dengannya. Awalnya Katrina berpikir, wajah kekasih Nicola mirip dengan mantan suaminya. Katrina kemudian bertanya kepada putrinya tentang sosok Andy. Namun Nicola membantah semua cerita sang ibu. Bahkan ia membantah pernah berhubungan layaknya suami istri dengan Andrew.

"Saya menangis dan bilang kepada Nicola untuk melaporkan kepada polisi. Dia malah marah dan saya tidak percaya ternyata putri saya membela perilaku Andrew," ujar Katrina.

Katrina pun marah dan memberitahukan kepada putrinya apa yang terjadi adalah sebuah kesalahan. Karena tidak mungkin seorang anak berhubungan dengan ayah kandungnya sendiri.

Saat Katrina melapor ke polisi ia sempat terkejut karena mendapati nama mantan suami dan anaknya itu sudah ada di pengadilan karena hubungan gelap.

Rupanya Nicola dan Andrew pernah kepergok berselingkuh oleh istri Andrew, Marie Betts yang sudah memiliki dua anak.

Pada Mei 2007 keduanya mengaku bersalah di Pengadilan Crown Birmingham karena sudah berhubungan seks. Andrew dipenjara selama empat bulan namun dengan penangguhan, sementara Nicola diawasi pengadilan selama 18 bulan.

"Saya tidak tahu menahu tentang kasus tersebut. Saya hanya mendengar gosip saja tapi tidak bisa membuktikan apa-apa. Bahkan di koran lokal pun tidak ada pemberitaannya. Saya terkejut karena Nicola sudah berbohong kepada saya selama bertahun-tahun," terangnya.

Nicola dan Andrew kemudian diadili lagi pada Agustus tahun lalu dengan tuduhan yang sama di pengadilan yang sama. Keduanya mengaku bersalah dan Andrew dipenjara selama 10 bulan. Sementara Nicola dijatuhi hukuman 26 minggu dengan penangguhan.

Di pengadilan, Nicola membela diri. Ia mengungkapkan, jika dirinya ingin menjalin hubungan dengan sang ayah karena sudah lama tidak bertemu.

"Saya tidak tahu kenapa hal tersebut bisa terjadi," ujar Nicola.

Di depan pengadilan, Nicola juga bersumpah tidak akan berhubungan lagi dengan Andrew. Namun Januari kemarin, saat Andrew dibebaskan, Nicola kabur dari rumah dan belum kembali hingga sekarang.

"Saya mencintai anak saya tapi saya tidak pernah akan memaafkan apa yang telah dilakukannya. Hati saya sakit dan teriris," ujar Katrina.

Sumber:thesun.co.uk

Selasa, 11 Desember 2012

Bahagia Walau Cinta Tak Berbalas


–Kutipan dari Dan Baker & Cameron Stauth,Pergulatan Cinta dan Rasa Takut (Bandung: Kaifa, 2006), hlm. 158-166:
Berpuas diri adalah ibarat membuat bangunan dengan menumpuk kartu remi, karena kalaulah hidup ini mengajarkan sesuatu, pelajarannya adalah bahwa kita tidak dapat menghindari masalah dan kehilangan. Kebahagiaan bukanlah seni membangun kehidupan yang bebas dari masalah. Kebahagiaan adalah seni untuk merespons dengan baik ketika masalah menghampiri kita.
Saya sendiri mengalami patah hati ketika usia dini. Waktu itu saya masih muda dan jatuh cinta, [saya] seorang doktor di bidang psikologi yang sedang menanjak, baru saja berkeluarga, dan merasa kurang lebih sudah mapan. Lalu, dunia saya terasa runtuh.
Saya sedang menikmati hari paling indah dalam hidup saya. Anak lelaki kedua saya lahir, dan dia begitu lembut, kecil, dan menggemaskan. Saya melihat adanya kemiripan wajah dengan saya, dan rasanya seperti menemukan emas. Saya membayangkan kehidupan terbentang di hadapannya–masa bayi, masa balita, kanak-kanak, masa kuliah, dan seterusnya–dan semua itu membuat hidup saya terasa jauh lebih bahagia dan menyatu dengan dunia. Ketika saya menggendong si kecil riang, dia seperti cinta yang sedang mewujud sebagai manusia kecil di tangan saya. Dan kemudian dokter berkata, “Ada yang tidak beres.”
Keberanian saya lenyap seketika dan saya bisa merasakan degup jantung seperti menendang dari dalam dada ketika dokter mulai merangsang Ryan untuk bernapas.
Tidak lama kemudian, saat Ryan berguling tidak menentu dalam inkubator di balik dinding kaca tebal, dokter mengatakan kepada saya dengan suara tegang bahwa Ryan tampaknya mengidap sindroma selaput hyaline, kegagalan fungsi kantong alveolar di paru-paru. Rumah sakit itu tidak punya perlengkapan untuk menangani masalah itu, jadi Ryan dilarikan dengan ambulans ke rumah sakit yang lebih lengkap di kota besar.
Kenangan akan ambulans itu, lampu merah yang menyala-nyala di malam gulita, terpatri ke dalam otak saya.
Kami mengupayakan segala yang bisa diupayakan, termasuk berdoa, tentunya, tapi si kecil Ryan akhirnya meninggal.
Oleh karena istri saya masih dirawat di rumah sakit untuk pemulihan setelah melahirkan dengan operasi cesar, saya harus menyelesaikan segala urusan kematian itu sendiri–mencari penyedia jasa penguburan di buku telepon, memilih lokasi pemakaman yang sekiranya pantas, membeli peti jenazah yang berukuran kecil, dan memesan batu nisan serta berusaha memikirkan kata-kata apa yang akan ditorehkan di atasnya. Apa yang bisa saya katakan?
Percayalah, kata-kata saya ini tidak perlu dibuktikan lagi: kenangan paling buruk dalam hidup Anda tidak akan pernah memudar.
Saya tenggelam dalam kesedihan. Bahkan sekarang, betapa pun pedih hati ini karena kematian ayah saya, saya tahu bahwa tidak ada yang bisa mengobati nestapa yang menyiksa saya ketika itu. Saya tidak bisa dihibur, takut untuk mengawali setiap hari, dan bahkan lebih takut lagi menghadapi masa depan yang terbentang, merasa benar-benar tak berdaya untuk menyelamatkan emosi saya dari perasaan terpuruk, terpuruk, dan terpuruk.
Saya bertanya kepada Tuhan, “Mengapa saya?” Dan setiap kali saya merasa mendapat jawaban, saya membantahnya. Tidak, kami tidak menjadwalkannya kelahiran itu terlalu cepat. Bukan, bukan salahku kalau rumah sakit kecil itu tidak bisa menolongnya. Tidak, penyakit itu bukan bawaan. Tidak, saya tidak melakukan sesuatu yang begitu jahat sehingga pantas menerima semua ini. Saya bergulat dengan Tuhan–tetapi itulah pergulatan yang tidak pernah Anda menangi.
Karena hidup saya terus berjalan, tidak peduli saya suka atau tidak, saya berusaha menyatukan kembali serpihan dunia saya. Tetapi, seperti juga kebanyakan orang–bahkan sebagai seorang psikolog muda yang semestinya lebih arif–saya berusaha menemukan kembali dunia saya dengan menggunakan mekanisme-mekanisme penyesuaian diri yang lebih membahayakan daripada membantu. Pada saat itu, semuanya terasa masuk akal, bahkan terasa berani. Walaupun begitu, sejak itulah saya sadar bahwa mekanisme penyesuaian diri yang saya gunakan justru malah memperkuat tembok penjara kesedihan dan rasa takut.
Sekarang, saya punya sebutan rendah untuk mekanisme penyesuaian diri yang tidak memperbaiki keadaan itu: 5M Menyesatkan. Sambil berjuang untuk bertahan secara emosional, saya menuntut agar nasib saya diubah, meskipun tidak akan ada perubahan yang mungkin terasa cukup. Ketika saya merasa tidak puas dengan segala yang terjadi, sayameremehkan upaya saya untuk pulih, dan semakin tenggelam dalam ketidakberdayaan. Lalu, saya mulai mengutuk diri sendiri dan berpikir bahwa entah bagaimana saya memang layak menerima tragedi ini, karena saya tidak cukup arif untuk mengenali suatu kekurangan pada diri saya. Alih-alih berusaha memetik pelajaran dari peristiwa kehilangan itu, saya mengabaikansegala hikmah dari sana. Saya melihat semua itu sebagai derita dan tidak ada hal lain di luar itu. Dan saat kegagalan-kegagalan saling bertumpuk, saya mati-matian menggandakan semua upaya salah kaprah itu, mengira bahwa kalau saja saya bisa mencurahkan lebih banyak perasaan dan jiwa saya ke dalam siksaan ini, saya akan menemukan jalan keluar.
Semua itu tidak pernah menjadi nyata. 5M Menyesatkan akan selalu mengkhianati Anda. Sungguh mengherankan jika mereka begitu terkenal.
Kemudian suatu hari, ketika saya sudah tidak tahan lagi untuk menanggung bahkan satu detik pun serangan pikiran yang mengerikan, saya berpura-pura selama beberapa detik, atau mungkin hanya satu atau dua menit, bahwa Ryan masih hidup di tengah-tengah kami, dan saya membiarkan diri saya mencintainya, seperti saat pertama kali saya menggendongnya.
Untuk beberapa waktu yang singkat itu, kegelapan pun memudar. Penyangkalan memang berfungsi sebagai oasis yang nyaman.
Namun, saya jadi bertanya-tanya apakah benar penyangkalan itu yang mengobati saya? Di dalam kepala, saya benar-benar sadar bahwa anak saya sudah meninggal. Jadi, tanpa kepura-puraan itu pun saya kembali membiarkan diri untuk memusatkan rasa cinta saya kepada Ryan. Dan perasaan damai dari derita itu pun kembali lagi.
Lama-lama–setelah begitu lama–saya temukan bahwa ketika saya sengaja membiarkan diri untuk mengumpulkan segenap cinta kepada Ryan, saya benar-benar merasa lebih baik–kejutan aneh–alih-alih merasa lebih buruk.
Saya juga menemukan bahwa saya masih bisa mencinta Ryan walaupun nyatanya dia tidak akan pernah membalas cinta saya–bahkan tidak akan pernah mengenal saya. Saya sadar bahwa cinta saya kepada Ryan (dan bukan cinta dia kepada saya) adalah warisan yang dia tinggalkan, dan tak seorang pun bisa merenggutnya. Kecuali saya sendiri. Dan saya tidak mau melepaskannya. Cinta itu terlalu kuat dan terlalu indah. Cinta itulah satu-satunya perasaan yang lebih kuat daripada derita akibat kehilangan.
Setiap hari, awalnya dengan air mata, saya menyisihkan waktu beristirahat untuk menikmati kedamaian rasa cinta saya untuk si kecil. Secara bertahap, rasa cinta yang saya rasakan mulai memberkahi saya dengan lebih dari sekadar pelarian dari derita. Cinta itu juga memberi saya kekuatan emosional untuk memaafkan, dan berhenti menyiksa diri saya dengan pertanyaan “Mengapa saya?” Dalam pembunuhan emosi seperti ini, seseorang hanya bisa menyalahkan siapa saja dan semua orang–dokter yang semestinya lebih tahu, sopir ambulans yang seharusnya bisa menyetir lebih cepat, para pembayar pajak yang menolak untuk membangun rumah sakit yang lebih besar. Diri sendiri. Nasib. Tuhan. Akan tetapi, saya memaafkan. Saya melepas pertemanan saya dengan amarah yang terasa sedikit nyaman itu.
Ketika saya melakukan semua ini, saya menemukan bahwa kemarahan saya hanyalah emosi pengganti untuk derita yang jauh lebih besar, dan bahkan jauh lebih sulit untuk diatasi. Derita yang lebih besar itu adalah rasa takut–rasa takut untuk menjalani sisa hidup saya yang tidak berharga lagi tanpa kehadiran anak lelaki saya, serta nasib dan Tuhan yang seolah-olah tengah menghalangi saya.
Semakin saya memaafkan, saya semakin bisa memahami dan menyadari bahwa walaupun Ryan telah tiada, baik Tuhan maupun orang lain tidak pernah menghalangi saya, dan nasib saya masih bisa berubah.
Pemaafan itu memberkahi saya dengan rasa aman di dalam diri dan memberi saya kesadaran akan kekuatan pribadi yang tidak terduga. Saya tidak lagi merasa bahwa seolah-oleh emosi saya sangat bergantung pada tindakan orang lain dan pada nasib itu sendiri. Kesedihan bisa saja menghantam saya berulang-ulang, tetapi kehidupan tidak bisa membuat saya membenci siapa pun–bahkan tidak diri saya sendiri.
Saya perlahan-lahan meraih kembali kekuatan, seperti layaknya seseorang yang telah berperang melawan penyakit yang parah, dan saya jadi lebih mampu untuk mengulurkan tangan dan membantu orang lain–keluarga saya yang tengah berduka, klien, dan teman-teman saya–dan saya mendapatkan kejutan lain. Meskipun saya sendiri masih perlu menghimpun kekuatan, justru dengan membantu orang lain, saya bisa memperoleh dayahidup yang lebih besar daripada yang saya berikan. Semakin banyak semangat dan cinta yang saya curahkan kepada orang lain, saya semakin merasakan diri saya terisi kembali dengan kehidupan dan harapan.
Saya temukan bahwa kehidupan di dunia saat ini lebih berharga daripada kemelut di dalam diri saya.
Dan pada suatu pagi yang biasa tanpa keriuhan, sebagaimana layaknya ketika perubahan sejati berlangsung, saya sadar bahwa telah tumbuh pengetahuan baru di dalam diri saya. Jenis pengetahuan yang membebaskan dan bukan sekadar ilusi yang biasanya hanya diperoleh lewat penderitaan. Saya tahu bahwa cinta saya kepada Ryan adalah milik saya selamanya, tersimpan di dalam hati, dan abadi. Saya tahu bahwa tidak ada peristiwa lain yang bisa membuat saya hancur secara keseluruhan. Saya tahu bahwa hidup teramat berharga dan singkat, dan bahwa sejak saat itu, saya akan memerhatikan anak pertama saya, Brett, jauh lebih baik daripada sebelumnya. Dan saya belajar bahwa jika saya mencurahkan cinta saya kepada Ryan, keluarga, teman-teman, dan klien-klien, jiwa saya akan kembali utuh.
Semua pelajaran ini luar biasa berharga bagi saya. Namun, saya tahu, bahkan sejak pagi itu, bahwa saya tidak akan pernah mempelajarinya tanpa mengalami penderitaan terlebih dahulu.
Jadi, pada hari yang sebenarnya itu, saya menjelma sebagai sosok yang optimistis. Saya belajar bahwa optimisme adalah: mengetahui semakin menyakitkan peristiwa yang dialami, semakin besar pula hikmah yang akan diperoleh.

Bisnis online

yang nyata cocok untuk semua kalangan bukan jual keanggotaan ini murni bisnis karena ada barang yg diperdagangkan,anda hanya butuh ketekunan dan semangat yg tinggi modal awal hanya Rp. 39.900,- dan pasti akan dibantu oleh team dan leader yang sangat familier untuk bergabung klik baner(gambar) di atas ini atau klik di sini.

Katakan Cinta


Kisah ini terjadi di beijing Cina, seorang gadis bernama Yo Yi Mei memiliki cinta terpendam terhadap teman karibnya di masa sekolah. Namun ia tidak pernah mengungkapkannya, ia hanya selalu menyimpan di dalam hati & berharap temannya bisa mengetahuinya sendiri.Tapi sayang temannya tak pernah mengetahuinya, hanya menganggapnya sebagai sahabat, tak lebih.

Suatu hari Yo Yi Mei mendengar bahwa sahabatnya akan segera menikah hatinya sesak, tapi ia tersenyum aku harap kau bahagia. Sepanjang hari Yo Yi mei bersedih, ia menjadi tidak ada semangat hidup, tapi dia selalu mendoakan kebahagiaan sahabatnya

12 Juli 1994 sahabatnya memberikan contoh undangan pernikahannya yg akan segera dicetak kepada Yi mei, ia berharap Yi Mei akan datang, sahabatnya melihat Yi Mei yg menjadi sangat kurus dan tidak ceria. Dan bertanya,"apa yg terjadi denganmu, kau ada masalah ?"

Yi mei tersenyum manis sambil berkata "mungkin kau salah lihat, aku tak punya masalah apa apa & wah contoh undanganya bagus yah, tapi aku lebih setuju jika kaupilih warna merah muda, lebih lembut." Begitu cara ia mengomentari rencana undangan sahabatnya ..

Sahabatnya tersenyum sambil berkata "Oh ya, hmmm aku akan menggantinya, terimakasih atas sarannya Mei, aku harus pergi menemui calon istriku, hari ini kami ada rencana melihat lihat perabotan rumah.! daaah"

Yi Mei tersenyum, melambaikan tangan, Ia pulang dgn hati yg sakit.



18 Juli 1994 Yi Mei terbaring di rumah sakit, ia mengalami koma, Yi Mei mengidap kanker darah stadium akhir. Kecil harapan Yi Mei untuk hidup, semua organnya yg berfungsi hanya pendengaran, dan otaknya, yg lain bisa dikatakan mati dan semuanya memiliki alat bantu, hanya mukjizat yg bisa menyembuhkannya. Sahabatnya setiap hari menjenguknya, menunggunya, bahkan ia menunda pernikahannya. Baginya Yi Mei adalah tamu penting dalam pernikahannya. Keluaga Yi Mei sendiri setuju memberikan suntik mati untuk Yi Mei karena tak tahan melihat penderitaan Yi Mei.

10 Desember 1994 Semua keluarga setuju besok 11 Desember1994 Yi Mei akan disuntik mati dan semua sudah ikhlas, hanya sahabat Yi Mei yang mohon diberi kesempatan berbicara yang terakhir, sahabatnya menatap Yi Mei yg dulu selalu bersama sambil mendekat berbisik di telinga Yi Mei, "Mei apa kau ingat waktu kita mencari belalang, menangkap kupu-kupu? Kau tahu, aku tak pernah lupa hal itu, dan apa kau ingat waktu disekolah waktu kita dihukum bersama karena kita datang terlambat, kita langganan kena hukum ya? Apa kau ingat juga waktu aku mengejekmu, kau terjatuh dilumpur saat kau ikut lomba lari, kau marah dan mendorongku hingga akupun kotor? Apakah kau ingat aku selalu mengerjakan PR di rumahmu? Aku tak pernah melupakan hal itu Mei, aku ingin kau sembuh, aku ingin kau bisa tersenyum seperti dulu, aku sangat suka lesung pipitmu yang manis, kau tega meninggalkan sahabatmu ini?"

(Tanpa sadar sahabat Yi Mei menangis, air matanya menetes membasahi wajah Yi Mei)

"Mei, kau tahu, kau sangat berarti untukku, aku tak setuju kau disuntik mati ,rasanya aku ingin membawamu kabur dari rumah sakit ini, aku ingin kau hidup, kau tahu kenapa? Karena aku sangat mencintaimu, aku takut mengungkapkan padamu, takut kau menolakku meskipun aku tahu kau tidak mencintaiku, aku tetap ingin kau hidup, aku ingin kau hidup, Mei tolonglah, dengarkan aku Mei, bangunlah!"

(Sahabatnya menangis, ia menggengam kuat tangan Yi Mei)

"Aku selalu berdoa Mei, aku harap Tuhan berikan keajaiban buatku, Yi Mei sembuh, sembuh total, aku percaya, bahkan kau tahu? Aku puasa agar doaku semakin didengar tuhan Mei, aku tak kuat besok melihat pemakamanmu, kau jahat! Kau sudah tak mencintaiku, sekarang kau mau pergi, aku sangat mencintaimu aku menikah hanya ingin membuat dirimu tidak lagi dibayang-bayangi diriku sehingga kau bisa mencari pria yang selalu kau impikan, hanya itu Mei. Seandainya saja kau bilang kau mencintaiku, aku akan membatalkan pernikahanku, aku tak peduli tapi itu tak mungkin, kau bahkan mau pergi dariku sebagai sahabat"

(Sahabat Yi mei mengecup pelan dahi Yi Mei)

Sambil berbisik;"Aku sayang kamu, aku mencintaimu"

(suaranya terdengar parau karena tangisan.)

Dan kalian tahu apa yang terjadi ? Its amazing! CINTA bisamenyembuhkan segalanya.

7 jam setelah itu dokter menemukan tanda tanda kehidupan dalam diri Yi Mei, jari tangan Yi Mei bisa bergerak, jantungnya, paru parunya, organ tubuhnya bekerja, sungguh sebuah keajaiban! Pihak medis menghubungi keluarga Yi Mei dan memberitahukan keajaiban yang terjadi. Dan sebuah mukjizat lagi masa koma lewat .

Pada tgl 11 Des 199414 Des 1994 Saat Yi Mei bisa membuka mata dan berbicara, sahabatnya ada disana, ia memeluk Yi Mei menangis bahagia, dokter sangat kagum akan keajaiban yang terjadi.

"Aku senang kau bisa bangun, kau sahabatku terbaik"

(sahabatnya memeluk erat Yi Mei)

Yi Mei tersenyum dan berkata,"Kau yang memintaku bangun, kau bilang kau mencintaiku,tahukah kau aku selalu mendengar kata-kata itu, aku berpikir aku harus berjuang untuk hidup Lei, aku mohon jangan tinggalkan aku ya, aku sangat mencintaimu"

Lalu Lei memeluk Yi Mei dan berkata;"Aku sangat mencintaimu juga"

17 Februari 1995 Yi Mei & Lei menikah, hidup bahagiadan sampai dengan saat ini pasangan ini memiliki 1 orang anak laki-laki yang telah berusia 14 tahun. Kisah ini sempat menggemparkan Beijing.


 

Bisnis online

yang nyata cocok untuk semua kalangan bukan jual keanggotaan ini murni bisnis karena ada barang yg diperdagangkan,anda hanya butuh ketekunan dan semangat yg tinggi modal awal hanya Rp. 39.900,- dan pasti akan dibantu oleh team dan leader yang sangat familier untuk bergabung klik baner(gambar) di atas ini atau klik di sini.

Kisah Nyata & Hikmah Kegagalan

Kisah nyata kegagalan yang menimpa terus-menerus ini ditulis oleh 
Laura Khairunnisa - YOT CA Swiss German University. Semoga bisa jadi inspirasi bagi pembaca untuk bangkit dari kegagalan.
Yes! I fail often, I fail better. Saya yakin 100000%, semua orang pasti pernah mengalami kegagalan, kalau ada yang ngaku belum pernah coba deh inget inget lagi, pernah ga kalah dalam pertandingan atau berada dalam posisi 5 terbawah di kelas, mau dagang kecil kecilan tapi kok ga laku laku atau hanya sekedar ditolak pas nembak cewe  eh jangan salah, itu termasuk gagal lho….

Kalau saya sendiri seriiiiiing banget gagal, kalo kalian pengen tahu, ada banyak sekali kegagalan yang saya alami, yaitu:Pada waktu Try Out UAN SMP, nilai saya ga pernah lebih dari 20% bisa dibayangkan kan, kenapa saya benci banget kalo ada try out. Pas kelas satu SMA, saya harus ikut remedial untuk hampir semua mata pelajaran, dari 13 mata pelajaran, saya harus remed atau ikut ujian ulang di 12 mata pelajaran, saya cuma lulus pelajaran seni waktu itu, padahal juga suara pas pas-an (kayaknya gurunya baik banget sehingga meluluskan saya) Saya dulu pengen banget masuk Universitas Indonesia, untuk jurusan apapun, saya pernah nyoba Hukum, ditolak, Manajemen juga ditolak. 

Saya ikuti semua ujian masuk untuk ke UI, dari mulai SIMAK, SNMPTN dan satu ujian lagi yang saya lupa namanya. Hasilnya? SEMUANYA GAGAL. Dan berujung pada depresi yang teramat sangat karena gatau mau kuliah dimana. Di awal semester 4 saya memberanikan untuk mencalonkan diri sebagai Presiden dari Student Board Swiss German University. Hasilnya? Gagal maning gagal maning, saya kalah lagi!Saya sempat ikut beberapa beauty pageant dan hasilnya cuma lolos sampai semi-finalis, kalo yang ini emang kayaknya kerena muka saya yang pas-pasan deh.

Dan yang terakhir, saya keluar dari hubungan yang saya sudah jalin selama 3 tahun lebih a.k.a PUTUS. Padahal saya pikir bisa sampai menikah dll krn keluarga saya dan dia sudah deket banget… eh ini juga dihitung gagal lho… Masih banyak banget kegagalan-kegagalan yang saya alami. Apakah saya lalu sekarang hidup tidak bahagia dan kerjaannya mengeluh terus karena kegagalan-kegagalan yang saya alami? Tidak. Saya baru sadar baru baru ini bahwa ternyata ada dua pelajaran utama yang bisa saya ambil dari semua kegagalan ini yang saya rangkum dalam poin poin berikut:

1. Banyak hal baru yang kamu pelajari ketika kamu gagal(atau banyak hal baru yang terpaksa harus kamu pelajari ketika kamu gagal ) Pernah denger quotes yang bilang bahwa orang yang ga pernah gagal ga pernah nyoba hal baru? Ya, itu bener banget… Saya selalu belajar hal baru dari kegagalan saya, seperti contohnya ketika saya mencalonkan diri sebagai Presiden SO SGU, ada sesi debat yang harus diikuti oleh calon presiden ini. Selama 19 tahun saya hidup, saya tidak pernah harus berbicara di depan orang yang banyak banget dan terlebih saya ga pernah debat! Gawat banget kan… akhirnya saya belajar debat, cara berkomunikasi di depan orang banyak, bahkan cara berpolitik. Walaupun saya kalah, banyak sekali hal baru yang bermanfaat yang saya dapatkan.

Hal lainnya adalah ketika saya memutuskan untuk mengakhiri hubungan 3 tahun saya dengan seorang teman (a.k.a putus ;p), saya terpaksa mempelajari hal hal baru yang selama ini tidak saya lakukan dulu, seperti belajar menyetir, belajar mandiri dan mengikuti kegiatan kegiatan positive seperti berorganisasi. Ga kebayang kalo saya ga gagal dalam hal ini, bisa seberapa tidak bekembangnya saya hehehe….

2. Kegagalan adalah kunci kesuksesan Saya setuju banget dengan apa yang diungkapkan oleh John C Maxwell di bukunya “The Difference Maker” bahwa “Failure doesn’t mean you’ll never succeed. It just means it will take longer”. Hal ini saya alami berkali kali, saya sering banget gagal, cuma karena kegagalan itulah kemudian saya sukses. Kalo saya ga remed di 13 mata pelajaran, semester berikutnya saya ga akan bisa langsung naik 20 peringkat dan masuk 15 besar.

Kalo saya ga ditolak terus sama UI, saya ga akan tuh giat belajar dan akhirnya bisa mendapat nilai UAN tertinggi untuk jurusan IPS di sekolah saya. Kalian cuma harus sabar menunggu lebih lama dan berusaha lebih giat untuk merubah kegagalan menjadi kesuksesan Walaupun banyak banget manfaatnya, tapi yang namanya gagal tuh emang ga enak sih, nah cara saya untuk melewati kesedihan dari kegagalan ini ada banyak banget, yang pertama, pada saat kamu down karena kamu gagal, ekspresikan kesedihan mu, kamu boleh nangis, teriak sekenceng-kencengnya, marah marah, dll.

Hal ini dimaksudkan untuk membuat kamu lebih lega aja, karena perasaan marah, sedih dan kecewa itu wajar banget kok Tapi ingat, jangan lama lama ya, kalo kata Steve Davis, “It may not be your fault for being down, but it is your fault for not getting up”.Kedua, saya yakin kalo Allah SWT pasti sayang umatnya, jadi setiap saya sedang dalam posisi down dan ga ada semangat hidup saya selalu mengingat tuhan, ada satu ayat dari Al-Quran yang selalu jadi motivator saya:

“So, verily, with every difficulty, there is relief. Verily, with every difficulty there is relief.”

Quran, 94: 5-6 Arti dari ayat ini adalah bahwa dari setiap kesusahan pasti ada kemudahan, saya selalu percaya bahwa kegagalan yang selama ini saya alami memiliki maksud tertentu yang nantinya akan saya syukuri di kemudian hari.

Contohnya adalah ketika saya gagal masuk UI, akhirnya saya sekarang kuliah di Marketing SGU, ternyata ini adalah tempat yang paling baik untuk saya, ga kebayang kalau saya waktu itu keterima Hukum UI, saya harus stuck 4 tahun di bidang yang ternyata bukan minat saya. Ketiga, ketika gagal, cobalah share dengan teman dekat atau keluarga.

Well, waktu ga akan kembali sih… masalah mungkin saja tidak akan selesai dan kamu tetap saja gagal, namun setelah kamu share kamu akan merasa sedikit lebih lega dan punya motivasi untuk move on, karena udah disemangati oleh orang orang terdekatmu Keempat, ketika susah sekali untuk move on dari kegagalan, ketika kamu merasa sedih banget dan murung berhari hari sampe gamau makan (lebay moden) coba deh kamu inget orang orang penting dalam hidup kamu dan, coba untuk mengatasi kesedihan kamu atas kegagalan ini untuk mereka (kalau untuk diri sendiri sulit ya….).

Misalnya inget mama papa, kamu gamau kan mengecewakan orang tua kamu karena kamu berdiam diri dan doing nothing alias ga move on- move on dari kegagalan?Terakhir coba renungkan sekali lagi bahwa, apa yang bikin kamu seperti hari ini, bagaimana hebatnya kamu hari ini, seberapa banyak piala piala di kamar kamu adalah hasil dari diri kamu yang telah mengalami kegagalan berulang kali. Mengutip kata kata Winston Churchill: “Success consists of going from failure to failure without loss of enthusiasm.” Okay guys, jadi jangan takut gagal ya, gagal terus dan gagal lebih baik lagi! karena gagal itu ga salah sama sekali kok, yang salah adalah kalau kalian gagal dan ga belajar apapun dan mengulangi kegagalan yang sama good luck with your life!


Bisnis online

yang nyata cocok untuk semua kalangan bukan jual keanggotaan ini murni bisnis karena ada barang yg diperdagangkan,anda hanya butuh ketekunan dan semangat yg tinggi modal awal hanya Rp. 39.900,- dan pasti akan dibantu oleh team dan leader yang sangat familier untuk bergabung klik baner(gambar) di atas ini atau klik di sini.


Senin, 10 Desember 2012

Cinta Sejati Lelaki Biasa

Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya. Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan. Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi. Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu. Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!

Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka. Kamu pasti bercanda! Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda. Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!

Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya. Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas, Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik! Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.

Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan? Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh? Nania terkesima. Kenapa? Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik. Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus! Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur. Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau! Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.

Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak. Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah. Tapi kenapa? Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa. Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya. Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania! Cukup! Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?

Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak 'luar biasa'. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia. Mereka akhirnya menikah.

***

Setahun pernikahan. Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka. Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia. Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania. Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan. Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.

Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu! Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar! Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses! Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli. Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen. Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak! Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan? Rafli juga pintar! Tidak sepintarmu, Nania. Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan. Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu. Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma. Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli! Kamu sukses, mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu. Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.

Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang. Tak apa, kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri. Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang. Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik..

Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya? Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah. Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia! Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania. Sebab ketika bahagia, alasan- alasan menjadi tidak penting. Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak!

Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama. Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik. Cantik ya? dan kaya! Tak imbang! Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.

Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.

***

Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya. Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan! Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil. Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang. Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali. Baru pembukaan satu. Belum ada perubahan, Bu. Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.

Sekarang pembukaan satu lebih sedikit. Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi. Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan mereka meleset. Masih pembukaan dua, Pak! Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya.

Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya. Bang? Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan. Dokter? Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar. Mungkin? Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu? Bagaimana jika terlambat? Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.

Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri. Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir. Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat. Pendarahan hebat!

Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis. Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali. Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka. Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker. Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.

***

Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang. Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil. Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania dengan Rafli. Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.

Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra.. Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya. Nania, bangun, Cinta? Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik. Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanya dengan suara pelan.

Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik, "Nania, bangun, Cinta?" Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli.Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya. Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan. Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.

Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya. Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh. Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi. Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.

Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh? Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli. Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun. Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari.

Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat. Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik. Baik banget suaminya! Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua! Nania beruntung! Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya. Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam! Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama. Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa?

Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi? Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka.. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan. Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi sempurna.

Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya. Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.

 [bluefame.com]



Bisnis online

yang nyata cocok untuk semua kalangan bukan jual keanggotaan ini murni bisnis karena ada barang yg diperdagangkan,anda hanya butuh ketekunan dan semangat yg tinggi modal awal hanya Rp. 39.900,- dan pasti akan dibantu oleh team dan leader yang sangat familier untuk bergabung klik baner(gambar) di atas ini atau klik di sini.
loading...

Download App Kisah Nyata
di Google Playstore